News

PPP Pernah Berjaya, Merosot Lalu Menukik

Partai Persatuan Pembangun (PPP) kini berusia 50 tahun. Setengah abad perjalanan partai berlambang Ka’bah ini selalu diwarnai lika-liku. Dari masa keemasan hingga terjerembab elektabilitasnya seperti sekarang ini.

Ketika dipegang oleh tangan dingin Ketua Umum (Ketum) PPP yang ke-4, Hamzah Haz, selama periode 1998-2007, boleh dibilang sebagai masa kejayaan. Hal itu dapat dilihat dari perolehan suara di Pemilu 1999, kala itu, PPP berhasil meraih sebanyak 11.329.905 suara.

Hasil itu mengantarkan partai yang kini ditukangi oleh Ketum Muhammad Mardiono, bertengger di posisi ketiga klasemen Pemilu 1999 dengan total raihan 58 kursi di DPR.

Kemudian kondisi berbanding terbalik pada masa kepemimpinan PPP usai tahun 2004. Pasalnya, Ketum periode 2007-2014 Suryadharma Ali menjadi tersangka korupsi dana haji oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sontak pada Pemilu 2014 raihan suara partai merosot hampir 30 persen dari prestasi di era Hamzah Haz. PPP hanya mampu bertengger di urutan sembilan, total perolehan suara sebanyak 8.152.957 suara.

Penerus Ketum selanjutnya Muhammad Romahurmuziy tidak berbeda. Seperti mengikuti jejak pendahulunya, Romy, sapaan akrabnya, juga ikut-ikutan memakai rompi oranye KPK. Ia tertangkap basah menerima suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).

Di Pemilu 2019, raihan suara partai kian menukik, turun lebih dari 70 persen jika dibandingkan dengan perolehan di Pemilu 1999. Kala itu, PPP tercatat berada di urutan 10 dengan mengantongi perolehan suara sebanyak 3.738.320 suara.

Catatan buruk kelakuan dua mantan Ketum tidak hanya membuat elektabilitas menurun, tapi juga turut mencoreng lambang partai. Lambang Ka’bah pada partai yang menyimbolkan perjuangan, kini jadi bahan olok-olokan. Seakan lambang itu tidak ada artinya sama sekali.

“Lambang kita itu luar biasa, tetapi kita seperti memperolok-olokkan. Lambang kita lambang apa? Ka’bah,” kata Plt Ketum periode 2019-2022, Suharso Monoarfa, di Mukernas III Bogor tanggal 20 Maret 2019.

Kini Plt Ketum Mardiono harus kerja keras untuk bisa menaikkan elektabilitas partainya. Mengingat hasil survei LSI Denny JA pada periode 11-20 September 2022, menyatakan elektabilitas PPP paling rendah, tercatat 2,3 persen. Artinya besar potensi PPP tidak bisa lolos ke Senayan pada Pemilu 2024, lantaran tak memenuhi syarat ambang batas parlemen sebesar 4 persen.

Saat berupaya memperbaiki elektabilitas, PPP baru-baru ini bikin gempar karena mengambil langkah mengejutkan dengan kembali merekrut Romy sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Keputusan memberi jabatan kepada eks napi korupsi pun memantik banyak kritik dari berbagai pihak, hingga dituduh sebagai partai yang permisif pada praktik korupsi.

Back to top button