Market

Ekonom Prediksi Impor Beras 1,6 Juta Ton Sulit Terwujud, Bapanas: Penjajakan Sedang Dilakukan


Gembar-gembor Badan Pangan Nasional (Bapanas) bakal mendatangkan beras impor 1,6 juta ton untuk stabilisasi harga, diprediksi sulit terwujud. Negara kaya beras kemungkinan memperketat impor. Kalaupun berasnya dijual, harga tinggi.

Ekonom UPN Veteran-Jakarta, Ahmad Nur Hidayat menyayangkan kebijakan impor beras yang diambil pemerintah, sebagai solusi jangka pendek. “saya kira, tidak semudah itu mau impor beras dalam jumlah besar untuk saat ini, ya,” kata Hidayat, Jakarta, Rabu (28/2/2024).

Alasan Hidayat, masuk akal. Beberapa waktu lalu, sejumlah negara penghasil beras seperti Vietnam, Thailand, dan China mengumumkan pengetatan impor beras. “Ini meningkatkan risiko kegagalan impor. Kalau benar, mempercepat lonjakan harga beras,” kata Hidayat.

Mengingat pentingnya beras sebagai komoditas pokok, situasi ini memerlukan tindakan cepat dan korektif dari DPR dan masyarakat sipil. Parlemen dan masyarakat sipil perlu melakukan evaluasi dan revisi kebijakan: Periksa ulang kebijakan penggunaan cadangan beras pemerintah (CBP) untuk bantuan sosial (bansos), serta menimbang kembali kebijakan impor beras.

“DPR dan masyarakat sipil perlu juga menuntut ttransparansi dan akuntabilitas tata kelola cadangan beras oleh Bapanas. Memastikan transparansi dalam pengelolaan stok beras dan akuntabilitas dalam penyaluran bantuan sosial,” kata Hidayat.

Tanpa langkah tersebut, lanjutnya, masyarakat berisiko menghadapi kenaikan harga beras yang signifikan. Kondisi ini tidak hanya membebani masyarakat secara ekonomi, tetapi juga mengancam ketahanan pangan nasional.

Sementara, Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa mengatakan, impor beras dilakukan secara terukur. Kebijakan itu berada di tengah-tengah, mengakomodir kepentingan petani dan konsumen.

“Importasi beras ini diputuskan dengan sangat terukur. Jangan sampai menjatuhkan petani, namun untuk menjaga daya beli konsumen. Artinya, kita menjaga harga di level petani dan konsumen, semuanya terakomodir,” kata Ketut.

Selain itu, kata dia, Bapanas dalam menentukan jadi-tidaknya importasi pangan, selalu mengacu kepada data survei KSA (Kerangka Sampel Area) dari Badan Pusat Statistik (BPS).

“Hasil mitigasi dan KSA BPS, kita harus ambil langkah-langkah cepat. Kenapa harus importasi? Karena Januari dan Februari 2024, kita defisit beras besar sekali, hingga 2,7 juta ton. Memang Maret 2024 ada produksi (panen) sekitar 3,5 juta ton,” terangnya.

Pada Maret 2024, lanjut Ketut, memang ada panen padi yang diprediksi menghasilkan beras sebanyak 3,5 juta ton. Angka ini terjun bebas dibandingkan Maret 2022 yang mencapai lebih dari 5 juta ton.

“Nah, penurunan ini akan berdampak kepada bulan-bulan selanjutnya. Semuanya karena El Nino, sesuai pernyataan Pak Menteri Pertanian. Makanya kita ambil langkah cepat menugasi Bulog melakukan impor. Kemarin 2,1 juta ton ditambah 1,6 juta ton, totalnya menjadi 3,6 juta ton,” kata Ketut.

Untuk impor beras yang 1,6 juta ton, lanjut Ketut, Perum Bulog diberikan kebebasan mau impor dari negara mana. Yang penting harganya wajar. “Bisa Thailand, Pakistan, Myanmar, terserah Bulog. Saat ini sedang jajaki Kamboja, India bahkan China. Silahkan, asal harganya wajar. Saat ini, harga cukup tinggi. Di atas 600 dolar AS per ton,” kata dia.

 

Back to top button