News

Dugaan Korupsi Tambang Nikel, Kejagung Jangan Berhenti di Eks Relawan Jokowi

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Windu Aji Sutanto, eks relawan Jokowi di Pilpres 2019 sebagai tersangka ke-5 dalam kasus dugaan korupsi tambang nikel di Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra).

“Penetapan 5 tersangka baru dalam dugaan korupsi tambang nikel di Konawe Utara ini, baru langkah awal. Masih jauh dari penyelesaian tuntas kasus perampokan uang negara dan pencucian uang yang merusak lingkungan dan kawasan hutan. Di mana, PT Lawu Agung Mining (LAM) diduga berperan sebagai otak utama dari kejahatan ini,” papar Anthony dalam rilis kepada Inilah.com, Jakarta, Jumat (21/7/2023).

Kata Anthony, Kejagung wajib membongkar aktor utama penambangan nikel ilegal PT LAM yang merugikan negara hingga Rp5,7 triliun. Apakah ada petinggi PT Antam (Persero) Tbk yang terlibat dan pihak-pihak lain.

“Apakah ada petinggi Kementerian BUMN atau ESDM yang terlibat? Atau bahkan di Kemenko Maritim dan Investasi (Marves) yang membawahi Kementerian ESDM. Siapa penerima manfaat akhir dari tambang nikel ilegal PT LAM ini? Apakah Windu Aji bermain sendiri, atau ada pihak lain yang dikenal dengan PEP (Politically Exposed Person). Tentunya, kita berharap Kejagung bisa menjawab semua pertanyaan publik ini,” paparnya.

Mengutip laporan investigasi Majalah Tempo pada Februari 2023, kata Anthony, terkuak dugaan penambangan ilegal nikel oleh PT LAM yang bekerja sama dengan perusahaan pelat merah, yakni Antam. Serta perusahaan daerah. Mereka menambang di areal konsesi milik Antam di Konut. Anehnya, luas lahan penambangan PT LAM jauh lebih besar ketimbang perjanjian kerja sama operasi (KSO) dengan Antam. Celakanya lagi, lebih dari 90 persen areal tambang nikel yang dikeruk PT LAM itu, berada di kawasan hutan.

“Bisa jadi, kerja sama antara PT LAM dengan Antam hanya kedok. Tujuannya, patut diduga untuk menjarah nikel di kawasan hutan. Karena, luas lahan kerja sama dengan Antam tidak lebih dari 22 hektare (ha). Namun realisasinya mencapai 985 ha, selama 2019-2022,” kata Anthony.

Selanjutnya, kata Anthony, penjualan hasil tambang ilegal dari PT LAM itu, masuk ke smelter Morosi dan Morowali, menggunakan dokumen palsu PT Kabaena Kromit Pratama (KKP). Untuk praktik ini, ada komisi 5 dolar AS per ton. “Tidak tertutup kemungkinan, sebagian besar bijih nikel ilegal diselundupkan ke luar negeri (China). Karena, kapasitas smelter jauh lebih kecil dari hasil tambang bijih nikel dari PT LAM,” kata Anthony.

Dari hasil penyidikan, kata Anthony, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) menetapkan 4 tersangka, yaitu Hendra (HW) selaku General Manager PT Antam UBPN (Unit Bisnis Pengembangan Nikel) Konawe Utara, Andi Adriansyah (AA) selaku Direktur PT KKP, Glen (GL) sebagai Pelaksana Lapangan PT LAM, dan Ofan Sofwan (OSN) selaku Dirut PT LAM.

Dalam perkara ini, kata Anthony, banyak pihak yang terlibat. Termasuk 11 perusahaan kontraktor tambang yang diduga melakukan kegiatan tambang ilegal. “Masyarakat, khususnya warga Konawe Utara yang lingkungannya mengalami kerusakan berat, harus terus mengawal kasus ini, sampai tuntas. Jangan sampai berakhir seperti kasus Ismail Bolong yang tidak ada kelanjutannya,” kata Anthony.

Back to top button