Kanal

Duet AMIN Belum Aman dari Manuver Politik Kuningan

Hari masih pagi, duet AMIN (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar) sudah jadi sasaran tembak KPK. Ketika sudah siang atau hampir menang, bisa jadi kembali diserang. Pasangan ini benar-benar belum aman.

Lahirnya duet bakal capres dan cawapres, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar disingkat AMIN pada akhir pekan lalu, memang mengejutkan publik.

Tapi, lebih mengejutkan lagi, ketika KPK memeriksa Muhaimin dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kemenakertrans pada 2012. Kala Muhaimin yang akrab disapa Cak Imin, menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Manekertrans).

Mengejutkan karena, deklarasi pasangan AMIN yang berlangsung di Hotel Majapahit, Kota Surabaya, Jawa Timur pada Sabtu (2/9/2023). Empat hari berselang, tepatnya Rabu (5/9/2023), Cak Imin dipanggil KPK sebagai saksi kasus 'usang' itu.

Namun, Cak Imin minta penjadwalan ulang karena pada hari itu harus memenuhi undangan acara Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Internasional JQH NU di Tanah Laut, Kalimantan Selatan (Kalsel).

Keesokan Kamis (7/9/2023), Ketum PKB itu, mengenakan baju putih, terlihat di gedung KPK, Kuningan, Jakarta. Langkah kakinya terasa ringan memasuki gedung yang dinilai angker bagi koruptor itu.

Usai diperiksa selama 5 jam, dia lebih banyak tertawa. Tergambar jelas adanya kelegaaan dari raut wajahnya.  “Hari ini saya membantu KPK untuk menuntaskan penyelesaian kasus korupsi di Kemnakertrans tahun 2012,” kata Cak Imin.

Dari rangkaian kejadian yang bukan karena kebetulan itu, tudingan KPK berpolitik, begitu derasnya. Apalagi, KPK era Firli Bahuri ini, cukup sering diterpa masalah. Khususnya menyangkut integritas pimpinan KPK.

Dalam perbincangan dengan Inilah,com, beberapa waktu lalu, eks Komisioner KPK, Saut Situmorang tegas-tegas menyebut KPK di bawah nahkoda Firli Bahuri, kinerjanya sangat kental politik.

“KPK saat ini yang dipimpin Firli sangat berbeda dengan era sebelumnya. Rekam jejaknya sangat sulit menafikan adanya kekuatan besar yang mengendalikan KPK,” kata Saut.

Ingat kasus Formula E yang beredar jauh sebelum Anies Baswedan masuk bursa capres, cukup menyita perhatian publik. Kala itu, Anies masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. Dia pun menyambangi gedung KPK untuk diperiksa pada 7 september 2022.

Dalam perjalannya, kasus ini, melahirkan kegaduhan yang luar biasa. Lantaran Firli ingin memaksakan kehendak dengan menaikkan kasus Formula E ke tahap penyidikan. Sayangnya gayung tak bersambut. Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Endar Priantoro melawan.

Singkat cerita, Firli pun mencopot Brigjen Endar dan mengembalikannya ke Mabes Polri. Namun, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kembali menugaskannya ke KPK.  

Artinya, pengalaman mau dipolitisasi KPK, bukan hanya mengarah ke Cak Imin saja. Anies Baswedan pun jadi sasaran.

“Misalnya, perkara formula E (Anies Baswedan) juga dibegitukan kemarin. Yang sampai 19 kali gelar perkara. Itu sudah jelas sebenarnya kalau KPK itu di-remote dari luar. Kita juga sudah tahu siapa yang ngeremote (KPK),” papar Saut.

Menariknya, kata Saut, tiba-tiba muncul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan perpanjangan masa tugas Firli cs. Dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Tentu saja, kejadian ini bukan kebetulan. “Perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK, dari empat tahun menjadi lima tahun, tentu tidak datang begitu saja. Sudah jelas ada politik sistem di dalam itu,” paparnya.

Padahal, kata Saut, dari sisi kinerja, KPK era Firli, tidak bagus-bagus amat. Bahkan banyak yang integritas yang mendera pimpinannya. Sebut saja, Lili Pintauli Siregar, wakil Ketua KPK yang mundur pada 11 Juli 2022. Karena Lili terbukti menerima gratifikasi berupa tiket dan akomodasi MotoGP Mandalika senilai hanya Rp90 juta dari Pertamina.

Belum lagi kasus bocornya dokumen penyelidikan dugaan korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyeret Firli. Namun, Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyelamatkan Firli dengan dalih tak terbukti.

“Dewas sendiri kondisi sekarang, kamu tahu. Gimana Firli sudah perlakukan (Dewas KPK) begitu. Kasus ESDM kurang jelas gimana,” kata Saut.

Duet AMIN Target Operasi Penguasa

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari berpandangan sama. Bahwa, pemeriksaan Cak Imin oleh KPK pasca deklarasi AMIN, jelas-jelas produk dari sebuah kepentingan politik.

Saat ini, kesan KPK menjadi alat gebuk penguasa, sulit dibantah. Intinya, pasangan AMIN sudah menjadi target operasi untuk digagalkan.

“Karena,sebelum deklarasi tidak terlihat tanda-tanda dari KPK untuk menindaklanjuti kasus yang sudah berumur 12 tahun. KPK harus jelaskan, setelah deklarasi, tiba-tiba perkara itu ditindak lanjuti,” kata Feri.

Cara-cara ini, menurutnya, tidak hanya menciderai demokrasi. Namun juga melanggar prinsip-prinsip pembentukan KPK serta nilai etik dalam pemberantasan korupsi.

“Ingat, KPK harus bekerja sesuai proses hukum, bukan politik. Semangat KPK adalah lembaga pemberantasan korupsi yang independen dalam rumpun eksekutif. Namun dalam pelaksanaan tugas wewenangnya tidak dapat dipengaruhi kekuasaan manapun,” paparnya.

Sementara, Yudhi Purnomo, mantan penyidik KPK, mempertanyakan pola kinerja KPK era Firli. Pemeriksaan Cak Imin, seharusnya juga mempertimbangkan persepsi publik. Apalagi, banyak masalah menyangkut integritas pimpinan KPK saat ini.

Termasuk dua kasus besar yang menyeret Ketua KPK, Firli Bahuri, yakni penangangan dugaan korupsi Formula E serta bocornya hasil penyelidikan dugaan korupsi Kementerian ESDM.

“Memang tidak ada yang salah dengan penyidikan KPK itu, namun momentumnya layak dipertanyakan. Kenapa baru sekarang? Beberapa pihak khawatir ada yang menunggangi KPK. Terlebih bila berkaca kepada pimpinan KPK saat ini, yang integritas banyak masalah,” kata Yudhi.

Dalam konteks ini, Yudhi mengatakan bukan dalam rangka membela Cak Imin. Yang baru saja menerima pinangan Surya Paloh, menjadi cawapresnya Anies Baswedan.

“Saya menilai, potensi pesanan dari tangan penguasa dalam perkara dugaan korupsi di Kemenaker ini, cukup besar,” ungkapnya.

Sebagai mantan penyidik KPK, Yudhi mengatakan, pemanggilan menteri atau bekas menteri oleh KPK, adalah hal yang lumrah. Ada kapasitas menteri terkait tupoksinya yang dibutuhkan keterangannya oleh penyidik, baik formil maupun materiil.

KPK Bantah Berpolitik

Atas tudingan KPK berpolitik, Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri buru-buru membantah. Dikatakan, pemeriksaan Cak Imin murni penegakan hukum. “Sebagai pemahaman saja, dalam penegakan hukum tentu semua ada dasar dan prosesnya,” kata Ali.

Kata Ali, pemeriksaan Cak Imin sebagai saksi dalam dugaan korupsi pengadaan proteksi TKI di Kemenakertrans pada 2012, merupakan rangkaian dari penyidikan KPK yang telah dilakukan sebelumnya.

“Kami memanggil dan memeriksa Muhaimin Iskandar sebagai saksi. Yang tentu sudah pasti ada dasar hukum pemanggilannya yaitu karena kami sedang selesaikan proses penyidikan 3 orang tersangka yang telah dimulai sejak Juli 2023, atas dugaan korupsi sistem proteksi TKI yang artinya sudah sangat jelas itu jauh dari urusan pencapresan,” kata dia.

Walaupun kejadian perkaranya pada 2012, kata Ali, namun KPK menerima laporan dari masyarakat. Selanjutnya, naik ke tingkat penyelidikan kasus pada 2022. “Sehingga inipun jelas sama sekali tidak ada urusan dengan proses politik saat ini,” tuturnya.

Back to top button