News

Duduk Manis Anies dan Sulitnya Mendapat Cawapres, Bagaimana Peluang Menang Pilpres?

Persoalan bakal calon wakil presiden (Bawacapres) untuk mendampingi Anies Rasyid Baswedan yang telah diusung sebagai bakal calon presiden (Bacapres) untuk bertarung di Pemilu 2024 masih menjadi tanda tanya besar publik.

Tiga partai politik pengusung Anies, yaitu Partai NasDem, Demokrat, dan PKS yang tergabung dalam Koalisi Perubahan hingga sejauh ini belum juga dapat menyampaikan ke publik khususnya para pendukung Anies mengenai siapa sosok cawapres pendamping Anies.

Meski kriteria cawapres pendamping Anies telah disepakati dan sejumlah nama bakal cawapres yang dijagokan untuk mendampingi Anies kerap beredar di masyarakat, namun kepastian siapa figur cawapres yang bakal berduet dengan Anies masih belum dapat dipastikan.

Ketiga parpol pengusung Anies yang selama ini kerap menyebut telah menyerahkan kepada Anies untuk memilih sosok cawapresnya sejatinya dipenuhi tarik-ulur kepentingan yang begitu kuat dari masing-masing parpol pengusung Anies. Sulitnya menentukan siapa cawapres ini  menjadi realitas politik yang dihadapi  Anies.

Seperti dikatakan Direktur Riset TRUST Indonesia Ahmad Fadhli bahwa dalam menentukan cawapres sesungguhnya Anies Baswedan tidak punya kewenangan, meskipun partai pengusungnya secara terbuka menyatakan semua diserahkan kepada Anies.

Dalam kelembagaan, sebut Fadhli, dikenal teori Principal-Agent, Anies ini hanyalah agent, oleh karena itu Anies tidak punya otoritas dalam menentukan cawapresnya. Apalagi Anies bukan member dari salah satu partai pendukung manapun. “Yang berhak memilih cawapres adalah principal, mereka adalah partai pengusung Anies,” ujar Fadhli saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Selasa (21/2/2023).

Dalam analisisnya, Fadhli menyebut mirip seperti Presiden Joko Widodo (Jokowi) jilid I, yaitu Jokowi sebagai petugas partai atau agent yang menentukan wapresnya adalah Ketua Umum PDIP Megawati, yang di sini posisinya sebagai principal.

Dengan begitu, dapat dipastikan sangat sulit dalam menentukan cawapres pendamping Anies karena yang memilih cawapres sesungguhnya bukan Anies. “Anies hanya duduk manis sambil menunggu tiket capres dan cawapresnya laris sampai 20 persen,” tutur Fadhli.

Yang jelas, posisi cawapres sangat penting dan strategis dalam upaya membantu perolehan suara Anies sebagai capres dalam ajang Pilpres 2024. Hal itu pula yang sudah menjadi salah satu poin dari kriteria cawapres yang telah disepakati Anies dengan tiga parpol pengusungnya.

Lalu bagaimana dengan peluang Anies dan pendampingnya nanti untuk bisa memenangkan pertarungan di 2024?

Fadhli mencermati soal peluang Anies memenangkan kontestasi Pilpres  sebenarnya tergantung siapa yang akan menjadi cawapresnya. Hal yang perlu diingat bahwa Pilpres itu sistemnya absolute majority (50%+1) bukan simple majority (suara terbanyak).

Jadi, jika berbicara peluang Anies, maka harus melakukan simulasi berpasangan cawapres pendamping Anies. Selanjutnya, maksimum kandidat capres yang akan bertarung yaitu empat pasangan dan minimum dua pasang (head to head).

Penentu Pemenang Pilpres

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga mengamati Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai NasDem, Demokrat, dan PKS sebagai parpol pengusung Capres Anies Baswedan memang terkesan dikeroyok oleh Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), dan PDIP. Sebab, siapa pun pasangan capres yang mereka usung diperkirakan orang-orang Joko Widodo (Jokowi).

Karena itu, kata Jamiluddin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, dikutip Selasa (21/2/2023), ada dua kelompok capres yang akan diusung pada Pilpres 2024. Kelompok pertama, KIB, KKIR, dan PDIP yang akan mengusung capres untuk melanjutkan program Presiden Jokowi. Karena itu, siapa pun capres yang mereka usung bertujuan untuk mempertahankan status quo.

Rakyat yang menilai arah pembangunan saat ini sudah baik, kemungkinan besar mereka bakal memilih capres yang akan mempertahankan status quo. Oleh karena itu, rakyat dari kelompok ini berpeluang memilih pasangan capres yang diusung KIB, KKIR, atau PDIP.

Kelompok kedua, sebut Jamiluddin, pasangan capres yang akan mengusung perubahan. Partai NasDem, Demokrat, dan PKS menilai arah pembangunan saat ini perlu dikoreksi karena menimbulkan ketidakpuasan sebagian rakyat.

Rakyat yang merasa tidak puas terhadap arah pembangunan Jokowi, tentunya berpeluang memilih pasangan capres yang diusung Partai NasDem, Demokrat, dan PKS. Karena itu, pilihan kelompok masyarakat ini bisa jadi tertuju pada Anies Baswedan.

Dengan demikian, pasangan capres mana yang menang akan ditentukan perbedaan persentase pemilih yang pro status quo dan pro perubahan.

Artinya, kalau lebih banyak pemilih yang pro status quo, maka yang berpeluang menang pasangan capres yang diusung KIB atau KKIR atau PDIP. Sebaliknya, kalau pemilih lebih banyak pro perubahan, maka peluang Anies yang diusung NasDem, Demokrat, dan PKS yang menang.

Jadi, menurut analisis Jamiluddin, kemenangan pasangan capres dan cawapres tidak ditentukan banyak tidaknya partai yang mengusung dan mendukung. Meskipun Anies diusung hanya tiga partai, namun bila mayoritas rakyat memang menginginkan perubahan, maka peluang menang sangat terbuka.

Kalkulasi itu hanya berlaku bila pelaksana Pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, bekerja profesional. KPU dan Bawaslu benar-benar menjaga independensinya. Namun, kalau KPU dan Bawaslu berpihak kepada  pasangan capres tertentu, tentu semua kalkulasi itu tidak berlaku.

Back to top button