News

DPR Pertanyakan Rincian Putusan MK Soal Kepala Daerah Bisa Jadi Capres-cawapres

Ketua KPU Hasyim Asy’ari (kiri) menjabat tangan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito (kanan) dan Plh. Dirjen Politik dan PUM Kemendagri Togap Simangunsong (tengah) sebelum rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR dan Bawaslu di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (31/10/2023) – (Foto: ANTARA)

Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP, Komarudin Watubun mempertanyakan soal batasan tingkat kepala daerah yang bisa maju sebagai capres dan cawapres. Hal ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (31/10/2023). Sebab kepala daerah tersebut meliputi gubernur, wali kota, dan bupati.

“Kalau menurut saya, ini perlu dijabarkan yang dimaksud kepala daerah itu tingkat mana, apakah batas gubernur ke atas termasuk bupati, wali kota ini harus dijelaskan. Kepala daerah itu kan ada beberapa tingkat,” tegas Komarudin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2023).

Menurutnya, dalam putusan Mahkamah Konstitusi soal persyaratan batas usia capres cawapres tidak menjelaskan secara detail kriteria kepala daerah yang diperbolehkan maju sebagai capres-cawapres.

“Kedua tentang pengalaman apakah orang hari ini baru dilantik, lima hari kemudian sudah dianggap berpengalaman dan bisa wajib untuk dicalonkan sebagai cawapres? Itu perlu ada penjelasan lebih detail,” sambungnya.

Secara terpisah Anggota Komisi II DPR Fraksi PKS, Mardani Ali Sera juga mempertanyakan hal yang sama. Sebab MK tidak bulat menyetujui perubahan persyaratan capres-cawapres tersebut.

“Tapi ketika ada keputusan ini dan saya membaca berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang, saya coba cek lagi putusan MK secara agregatnya 4 menolak, 3 menerima 2 menerima dengan catatan setingkat gubernur,” ujar Mardani.

Dia berharap KPU bisa memberikan penjelasan detail dari putusan MK tersebut. Sehingga definisi berpengalaman sebagai kepala daerah menurut MK bisa lebih jelas.

“Jawaban detail dari MK itu menurut saya, itu yang harus dikejar oleh KPU, karena hari ini kita tidak sedang mempermasalahkan putusan MK yang final dan mengikat,” jelasnya.

“Tapi KPU itu menormakan dalam bentuk teknis peraturan yang itu memiliki kekuatan hukum yang kuat dan sifatnya spesifik. Dia tidak bisa ditafsirkan oleh banyak pihak berbeda,” pungkas Mardani.

Topik
BERITA TERKAIT

Back to top button