Hangout

Dokter Gadungan Bikin Gaduh, Harus Diberi Hukuman Berat karena Menipu Pasien

Kasus dokter gadungan atau biasa disebut dektoroid membuat geger dunia kesehatan Indonesia. 

Pergerakan pria yang hanya lulusan SMA menjadi seorang dokter gadungan terbilang mulus. Dokter gadungan itu bekerja di Rumah Sakit Pelindo Husada Citra (RS PHC) Surabaya sebagai tenaga kontrak.

Dia bekerja dari hasil rekrutmen daring saat pandemi tahun 2020. Dokter gadungan bernama Susanto itu  diketahui lulusan SMA dan kini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya.

Sebelumnya dalam melancarkan aksinya, Susanto diketahui menggunakan identitas milik dr Anggi Yurikno.

Oleh pihak PHC, ia bahkan dipercaya menjadi dokter klinik K3 wilayah kerja Pertamina di Cepu, Jawa Tengah. Ia juga menerima gaji Rp7 juta dan tunjangan per bulan.

Kejahatan seperti itu rupanya sudah pernah ia lakukan sejak belasan tahun lalu. Susanto bahkan sempat dipenjara.

Kasus tersebut membuat Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Adib Khumaidi angkat bicara. Menurut Adib, dalam praktik kedokteran terdapat proses Kredensial yang harus dilewati oleh seorang dokter jika ingin menjalankan praktik. 

“Artinya suatu proses yang digunakan untuk melakukan verifikasi terhadap kualifikasi, pengalaman, profesionalisme yang berhubungan dengan kompetensi, performance, dan profesionalisme tenaga kesehatan suatu profesi dalam menunjang pelayanan Kesehatan,” kata Adib saat temu media virtual, Jakarta, Kamis (14/09/2023). 

Masih menurutnya, proses rekruitmen tenaga medis adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. 

“Kami di organsasi profesi di dalam melakukan proses kredinisialing ada tim internal profesi yang namanya komite rekomendasi izin praktek (KRIP) itu adalah satu bagian proses kredensial yang jadi sangat penting sehingga di dalam UU praktek kedokteran maupun Permenkes 2052 itu diperkuat,” tuturnya.

Sayangnya, lanjut Adib, kini bagian kredensialing dan screening tersebut ditiadakan dalam UU praktik kesehatan. 

“Di fase inilah yang menjadi penting untuk kita bisa menilai apakah dokter tersebut benar atau dokteroid yang disebut dokter palsu, apakah dia sesuai dengan kewenangannya ataupun dia sudah kompeten sebagai spesialis,” jelas Adib.

Adib tidak ingin, adanya perubahan UU Praktik Kedokteran ini masyarakat mendapatkan tenaga medis yang ternyata bukan sesuai kapasitasnya.

“Kamis sangat mendukung upaya hukum yang dilakukan aparat penegak hukum dan harus diberikan hukuman seadil-adilnya. Karena kita ingin masyarakat merasa terlayani oleh tenaga medis atau tenaga kesehatan yang benar sesuai dengan kompetensinya,” pungkasnya.

Back to top button