News

Dissenting Opinion Hakim Arief Hidayat: Usulkan Sistem Pemilu Terbuka Terbatas

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka pada Pemilu 2024. Namun, salah satu hakim berbeda pendapat atau dissenting opinion. Hal tersebut disampaikan oleh hakim konstitusi Arief Hidayat. Menurutnya, permohonan harus dikabulkan sebagian.

“Saya berpendapat bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian dan oleh karenanya harus dikabulkan sebagian,” ujar Arief dalam persidangan, di ruang sidang, Kamis (15/6/2023).

Atas dasar tersebut, Arief mengusulkan untuk menggunakan sistem proporsional terbuka terbatas pada Pemilu 2029. Alasannya, agar tahapan pemilu yang telah berjalan saat ini tidak terganggu.

“Dalam rangka menjaga agar tahapan Pemilu tahun 2024 yang sudah ada tidak terganggu dan untuk menyiapkan instrumen serta perangkat regulasi yang memadai, maka pelaksanaan pemilu dengan sistem usulan saya, sistem proporsional terbuka terbatas dilaksanakan pada Pemilu 2029,” katanya.

“Setelah lima kali menyelenggarakan Pemilu, diperlukan evaluasi, perbaikan, dan perubahan pada sistem proporsional terbuka yang telah empat kali diterapkan, yakni pada Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019. Peralihan sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka ke sistem proporsional terbuka terbatas diperlukan,” tambah dia.

Diketahui, MK pada hari ini telah memutuskan menolak gugatan uji materi sistem pemilu proporsional terbuka. “Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar hakim MK, Anwar Usman, ketika membacakan putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Salah satu pertimbangan dikatakan hakim MK, Suhartoyo, bahwa sepanjang sejarah, konstitusi Indonesia tidak pernah mengatur soal jenis sistem pemilu yang digunakan dalam memilih anggota legislatif.

“Menimbang bahwa setelah membaca secara seksama ketentuan- ketentuan dalam konstitusi yang mengatur ihwal pemilihan umum, khusus berkenaan dengan pemilihan umum anggota legislatif, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 tidak menentukan jenis sistem pemilihan umum yang digunakan untuk anggota legislatif,” ujar Suhartoyo.

Putusan ini diambil oleh 8 hakim MK dengan satu hakim yang berpendapat berbeda atau dissenting opinion, yakni hakim Arief Hidayat. Sidang pembacaan putusan ini dihadiri oleh 8 hakim konstitusi, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah. Sementara hakim konstitusi Wahiduddin Adams tidak hadir karena sedang menjalankan tugas MK di luar negeri.

Back to top button