Market

Dikepung Soal Devisa dan Dolar AS Langka, Pertanda BI Lemah

Sabtu, 21 Jan 2023 – 17:28 WIB

Ilustrasi – Sejumlah pegawai melintasi lobi gedung Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (18/1/2023). (Foto: Antara).

Ekonom senior Anthony Budiawan curiga terkait devisa hasil ekspor (DHE) yang diklain pemerintah banyak ‘parkir’ di luar negeri. Lantaran DHE dari BPS, tidak beda dengan neraca pembayaran yang dirilis Bank Indoneia (BI).

Kepada Inilah.com, Jakarta, Sabtu (21/1/2023), Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) itu,

berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor hingga kuartal III-2022 mencapai US$219,3 miliar, dengan surplus perdagangan US$39,8 miliar. “Di waktu yang sama, BI mencapat neraca pembayaran Indonesia pada kuartal III-2022 sebesar 291,9 miliar dolar. Jadi enggak beda jauh. Lalu kira-kira apa yang terjadi,” ungkap Anthony.

Dia bilang, BI seharusnya bisa menjawab dengan cermat apakah memang ada devisa hasil ekspor (DHE) yang diparkir di luar negeri? Berapa besarnya? Di sektor apa saja? Dan, siapa pengusahanya? “Jadi, indikatornya bukan soal perasaan seperti yang disampaikan deputi senior gubernur BI,” ungkapnya.

Pada prinsipnya, lanjut Anthony, seluruh transaksi lalu lintas devisa internasional, tercatat dalam sistem perbankan Indonesia, dicatat Bank Indonesia di dalam Neraca Pembayaran Indonesia. Pada kuartal III-2022, devisa hasil ekspor yang masuk ke Indonesia mencapai US$219,8 miliar. Artinya, sesuai dengan data BPS.

“Karena hampir seluruh ekspor Indonesia menggunakan FOB, sehingga pencatatan BPS yang berdasarkan akrual sama dengan data NPI yang berdasarkan penerimaan kas. Artinya, praktis, semua Devisa Hasil Ekspor sudah diterima di Indonesia! Bukankah begitu? Data berbicara,” tegas Anthoy.

Benarkah dolar AS langka? Bisa jadi. Karena, ekspor dan surplus neraca perdagangan yang cukup tinggi, tidak serta merta membuat cadangan devisa meningkat, dan kurs rupiah menguat. Dan BI seharusnya sangat paham mengenai hal tersebut.

Alasannya sebagai berikut, tercermin dari data NPI. Pertama, neraca perdagangan sektor Jasa untuk periode yang sama mengalami defisit cukup besar, yaitu 14,6 miliar dolar AS.

Kedua, Neraca Pendapatan (Primer dan Sekunder) juga mengalami defisit cukup besar, yaitu 22,1 miliar dolar AS. Pendapatan Primer dan Sekunder adalah transaksi terkait pendapatan dari hasil investasi (dividen, capital gain, bunga) dan ketenagakerjaan (TKI/TKA). Penjumlahan semua ini dinamakan Neraca Transaksi Berjalan, menghasilkan surplus hanya sekitar 9 miliar dolar AS.

Ketiga, yang sekaligus merupakan komponen NPI terakhir, adalah transaksi Modal dan Investasi (Finansial), yang dinamakan Neraca Transaksi Modal dan Finansial.

Untuk periode hingga Q3/2022, ternyata aliran investasi dari luar negeri defisit 9,2 miliar dolar AS. Artinya, investor asing menarik kembali investasinya yang ada di Indonesia, dan terjadi capital outflow yang menekan kurs rupiah.

Pertanyaannya, kenapa investor asing melakukan divestasi di Indonesia? Salah satu sebabnya karena selisih suku bunga acuan antara Bank Sentral AS (the Fed) dengan BI terus menyempit, hingga mencapai sekitar 1 persen, dan memicu capital outflows.

Sepanjang 2022, the Fed sudah menaikkan suku bunganya sebesar 4,25 persen. Sedangkan BI hanya menaikkan 2 persen. Tentu saja, BI sadar dan tahu konsekuensi dari kebijakannya ini akan memicu capital outflows dan menekan kurs rupiah.

Back to top button