News

Debat Hanya Kontekstual, Tiga Paslon Punya Rekam Jejak Buruk soal Negara Hukum


Ketiga pasangan calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) di Pemilu Presiden 2024, memiliki rekam jejak yang buruk dalam hal keyakinan dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip negara hukum. Hal ini didasarkan pada indikator yang telah disusun Lokataru Foundation meliputi prinsip-prinsip utama negara hukum, yaitu pembatasan kekuasaan; pemberantasan korupsi; partisipasi publik dan keterbukaan informasi; pemenuhan hak-hak dasar; dan penegakan hukum.

Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, dalam keterangannya pada Selasa (12/12/2023) mengatakan hasil dari indikator tersebut menunjukkan bahwa ketiga pasangan capres dan cawapres secara garis besar tidak menghormati prinsip-prinsip negara hukum, bahkan cenderung tindakannya mengarah pada negara kekuasaan.

“Ini memberikan gambaran awal bahwa debat pertama tentang prinsip negara hukum malam ini hanya akan berlangsung sebagai perdebatan tekstual. Perwujudan visi dan misi tersebut jauh dari kata mungkin, jika dilihat dari latar belakang catatan dan rekam jejak masing-masing pasangan capres-cawapres yang menunjukkan hal sebaliknya,” tulis dia.

Faktor pendukung lainnya, sambung dia, adalah rekam jejak buruk partai-partai koalisi dan orang-orang yang berada dalam tim pemenangan yang memungkinkan visi dan misi tersebut menjadi sulit terwujud. Kesimpulan ini didasarkan pada indikator-indikator yang mengukur sejauh mana prinsip-prinsip negara hukum diyakini dan dipatuhi oleh ketiga pasangan capres-cawapres dengan merujuk pada latar belakang dan rekam jejak mereka.

Partai-partai yang berkoalisi dan komposisi anggota tim pemenangan masing-masing capres dan cawapres juga menjadi faktor pendukung. Hasil rangkuman dari indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama pada indikator pembatasan kekuasaan, pasangan Anies-Imin, dalam hal ini Anies memiliki catatan membuat kebijakan yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, sementara PKB berkontribusi dalam wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

Pasangan Prabowo-Gibran merupakan pasangan yang paling berpotensi mempolitisasi lembaga yudisial jika melihat proses pencalonan selama ini. Pasangan Ganjar-Mahfud, dalam hal ini Ganjar, memiliki catatan dalam menggunakan kekuasaan dan pengaruhnya untuk mengintimidasi warga yang menolak pembangunan, sementara Mahfud absen dalam memberikan perlindungan dan keadilan pada beberapa peristiwa kemanusiaan yang terjadi belakangan ini.

Kedua pada indikator Pemberantasan Korupsi, pasangan Anies-Imin memiliki catatan komitmen pemberantasan korupsi yang tidak sejalan dengan rekam jejak partai koalisi dan komposisi anggota tim pemenangan.

Pasangan Prabowo-Gibran, dalam hal ini Prabowo memiliki catatan transparansi dan akuntabilitas anggaran pengadaan alutsista di Kementerian Pertahanan, serta penambahan anggaran di tengah proses pilpres, sedangkan Gibran terkait keterbukaan aliran dana dalam gurita bisnisnya. Pasangan Ganjar-Mahfud, dalam hal ini Ganjar memiliki catatan mengenai tingginya angka korupsi dan budaya korupsi yang sudah mengakar di Jawa Tengah.

Ketiga pada indikator Partisipasi Publik dan Keterbukaan Informasi, pasangan Anies-Imin, dalam hal ini Anies, memiliki catatan membatasi partisipasi pelajar dalam aksi demonstrasi di Jakarta, sementara partai koalisi PKB, PKS dan Nasdem menjadi aktor di balik berbagai produk legislasi yang tidak partisipatif.

Pasangan Prabowo-Gibran memiliki catatan kurang memahami partisipasi publik, ditandai dengan wacana kenaikan gaji hakim sebagai solusi partisipasi publik. Pasangan Ganjar-Mahfud memiliki komitmen legislasi partisipatif yang tidak sejalan dengan rekam jejak partai pengusungnya yang banyak mengeluarkan produk legislasi non partisipatif, yang terparah adalah mengakali putusan MK tentang UU Cipta Kerja.

Keempat pada indikator Pemenuhan Hak-Hak Dasar, pasangan Anies-Imin, dalam hal ini Anies, memiliki catatan terkait implementasi kebijakan yang tidak menghormati hak dasar, seperti penerapan Pergub penggusuran.

Pasangan Prabowo-Gibran, dalam hal ini Prabowo memiliki catatan mengenai kegagalan cadangan pangan dalam program food estate yang berpotensi tidak terpenuhinya ketersediaan pangan nasional.

Pasangan Ganjar-Mahfud, dalam hal ini Ganjar, memiliki catatan terkait perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak dasar bagi korban konflik agraria di Jawa Tengah.

Kelima pada indikator Penegakan Hukum, pasangan Anies-Imin, dalam hal ini Anies memiliki catatan penegakan hukum yang tebang pilih, terutama yang berpihak pada pengusaha besar.

Pasangan Prabowo-Gibran memiliki catatan ketidakpatuhan terhadap hukum dalam proses Pilpres, terutama terkait putusan MK tentang batas usia capres dan cawapres, dan berulang kali melanggar peraturan KPU tentang kampanye.

Pasangan Ganjar-Mahfud, dalam hal ini Ganjar, memiliki catatan penegakan hukum yang tebang pilih dan berpihak pada pengusaha, termasuk pemberian izin-izin yang bermasalah, sedangkan Mahfud memiliki catatan gagal memberikan keadilan dan melanggengkan budaya impunitas dalam berbagai peristiwa kemanusiaan.

“Dengan demikian, yang utama bukanlah seberapa baik dan lengkap sebuah gagasan ditulis dalam sebuah dokumen, tetapi publik ingin melihat wajah-wajah pejabat publik kita yang secara sadar mengakui, meminta maaf dan bertanggung jawab atas catatan kerja yang buruk selama ini,” ucap dia.

Tindakan menyadari dan mengakui itulah yang luput dari diskusi publik selama ini, semua seolah-olah berbicara adalah hal yang baik dan manis untuk disodorkan kepada para pemilih. “Padahal ujian sesungguhnya terletak pada rekam jejak dan latar belakang mereka selama ini, baik dengan melihat produk dan hasil kerja yang telah mereka lakukan, maupun sejauh mana mereka mengakui kegagalannya,” tulis dia.

Back to top button