News

DCS hanya Umumkan Nama dan Nomor Urut, Transparansi KPU Dipertanyakan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) secara serentak dengan memberi tahu nama dan nomor urut terhadap bakal calon legislatif (bacaleg). Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai KPU minim transparansi.

“Bagaimana bisa informasi terkait seorang caleg hanya soal nama, asal partai, nomor urut, dan alamat saja? Apa yang KPU bayangkan dengan efek lanjutan dari informasi minim yang ia sampaikan terkait latar belakang para caleg?,” ucap Lucius kepada wartawan, di Jakarta, Senin (21/8/2023).

Menurut Lucius, dengan minimnya informasi yang diberikan, membuat publik jadi tidak dapat menguji kejujuran bacaleg terkait data diri yang digunakan sebagai syarat mencalonkan diri. Permintaan masukan, sambung dia, kepada publik seharusnya didukung dengan informasi lengkap dari KPU terkait latar belakang calon.

“Bagaimana bisa informasi yang minim itu bisa memicu keinginan publik untuk memberikan masukan. Publik akan berpikir, mungkin saja informasi yang mau disampaikannya sudah dimiliki oleh KPU,” jelas Lucius.

Lucius menegaskan, semua informasi terkait rekam jejak caleg yang sudah disampaikan saat mendaftarkan diri harus dibuka ke publik sehingga publik tahu informasi tambahan apa yang perlu disampaikan ke KPU, yang tidak disampaikan calegnya sendiri saat mendaftar.

“Tentu informasi terkait NIK atau nomor rekening bank enggak perlu dirilis terbuka sih, tapi soal tanggal lahir, riwayat pendidikan, pengalaman berorganisasi, latar belakang pekerjaan, nama istri dan anak-anak, semua itu harusnya dibuka,” tegas dia.

Selain itu, ia juga mengkritisi soal kesalahan input DCS yang sempat terjadi beberapa waktu lalu. Lucius mengaku tidak puas dengan klarifikasi KPU yang menyebut kesalahan menginput data sebagai human error. Klarifikasi tersebut, dinilai terlalu meremehkan persoalan akurasi data yang menjadi jantung seluruh tahapan penyelenggara pemilu.

“Sebegitu menentukannya urusan akurasi angka mestinya memaksa KPU untuk bekerja telaten, perlu verifikasi berulang-ulang saat akan merilis informasi terkait pemilu ke publik,” jelas dia.

Back to top button