Kanal

China Mengincar Menguasai Bulan?

Badan Antariksa Penerbangan Nasional AS (NASA) khawatir bahwa ambisi penerbangan China ke bulan yang meningkat sebagai bagian dari rencana negara itu untuk ‘mengambil alih’ bulan. Hanya sebuah kekhawatiran atau memang sesuai rencana?

Administrator NASA Bill Nelson telah mengungkapkan peringatan itu sejak tahun lalu. NASA khawatir China akan mengklaim sebagian besar wilayah bulan seperti yang terjadi di Laut China Selatan. Namun, China dengan tegas membantah klaim tersebut dan malah menuduh AS mengobarkan narasi ‘ancaman China’ untuk mencapai tujuan geopolitiknya.

Mengutip EurAsian Times, para ahli sebenarnya sudah menyangkal kemungkinan itu. Hal ini menunjuk pada biaya dan logistik yang sangat besar serta dampak diplomatik dan militer yang signifikan dari konflik berbasis ruang angkasa di bumi, yang harus ditanggung oleh China.

“China secara alami tidak akan mengambil tindakan yang mengalihkan narasi ke AS. Negara Tirai Bambu itu akan terus mendorong misi luar angkasa untuk tujuan eksplorasi serta pemanenan sumber daya murni,” ungkap EurAsian Times.

Dugaan klaim wilayah di bulan itu juga akan tidak konsisten dengan advokasi Beijing tentang penggunaan ruang angkasa secara damai dan perjanjian yang melarang persenjataannya. Selain itu, tindakan seperti itu akan memicu keretakan besar-besaran dengan Rusia, yang telah merencanakan pangkalan eksplorasi bulan bersama karena Moskow memiliki posisi yang hampir sama dalam masalah luar angkasa.

China diyakini kemungkinan mengendalikan wilayah bulan tertentu yang bernilai strategis di lokasi yang mengandung es untuk menghindari mengangkut air dari bumi. Es dan air juga merupakan sumber penting oksigen dan hidrogen dalam bahan bakar roket. Ini sesuai dengan rencana China yang lebih besar untuk menggunakan bulan sebagai pangkalan relay misinya ke Mars.

Berkaca dari Kepulauan Spratly

Nelson, mantan astronot yang menerbangkan misi enam hari dengan pesawat ulang-alik Columbia, mengungkapkan beberapa hal soal kemungkinan aksi China ini di bulan dalam sebuah wawancara baru-baru ini dengan Politico. “(Jika orang China) sampai ke suatu tempat di bulan dengan kedok penelitian ilmiah. ‘Jangan keluar, kami di sini, ini wilayah kami.’ Jika Anda meragukannya, lihat apa yang mereka lakukan dengan Kepulauan Spratly,” kata Nelson.

Komentar Nelson muncul setelah misi Artemis I NASA selama 26 hari, di mana kapsul luar angkasa Orion tanpa awak terbang mengelilingi bulan. Secara keseluruhan misi ini sukses, sebagai langkah pertama menuju rencana NASA melanjutkan eksplorasi bulan dengan pendaratan astronot berikutnya pada 2025. Hal ini akan dicapai oleh misi Artemis II dan Artemis III untuk meletakkan dasar kehadiran manusia secara permanen.

Sementara itu, China National Space Administration (CNSA) merencanakan tiga misi ke bulan antara tahun 2025 dan 2028. Lewat misi ini, China akan membawa kembali lebih banyak sampel dari bulan.

China merasakan kesuksesan besar pertamanya ketika pesawat ruang angkasa robotik Chang’e-4 menjadi yang pertama mendarat di sisi gelap bulan (atau sisi jauh) pada Januari 2019. Chang’e-4 memiliki kemampuan pendarat dan penjelajah.

Chang’e-5 menyusul pada akhir 2020, dibawa oleh roket Long March-5, dan berhasil membawa kembali 1,73 kilogram sampel bulan. Pada Senin (13/2/2023), Kepala Desainer CNSA mengumumkan Chang’e-6, akan terbang ke bulan sekitar tahun 2025 dan membawa pulang setidaknya 2 kilogram sampel.

Chang’e-7 juga sudah disiapkan dan akan mendarat di kutub selatan bulan (sisi gelap atau sisi jauh) pada 2026 untuk mencari air. Sementara Chang’e-8 akan mendarat di lokasi yang sama pada 2028 untuk membentuk basis penelitian dengan infrastruktur yang diangkut oleh Chang’e-7.

Departemen Pertahanan (DoD) AS mencatat pencapaian eksplorasi luar angkasa dan bulan China dalam laporan tahun 2022 kepada Kongres. Ini secara khusus menamai satelit relay Queqiao yang diluncurkan pada 2018 ke orbit stabil di sekitar Titik Lagrange Bumi-Bulan dan penjelajah Zhurong di Mars pada Mei 2021, menunjukkan kemajuan yang stabil menuju rute eksplorasi dan transportasi Bumi-Bulan-Mars.

Hanya bersaing bukan berebut bulan

Namun, pakar dan ilmuwan hukum ruang angkasa menilai kemungkinan akan sulit bagi China menguasai atau mengklaim sebuah wilayah di bulan sebagai miliknya. Persoalannya adalah kompleksitas teknologi, kemauan politik, dan keuangan yang akan dihadapi negara mana pun yang mencoba memiliterisasi benda langit.

Victoria Samson, Direktur Washington dari Secure World Foundation, tidak percaya AS dan China akan bentrok di bulan. Kemungkinan yang terjadi adalah mereka ‘bersaing’ untuk mendapatkan sumber daya dan lokasi pendaratan di bulan. Selain itu kedua negara ikut menandatangani Outer Space Treaty (OST) yang melarang negara membuat klaim teritorial pada benda langit.

Svetla Ben-Itzhak menulis bahwa luas permukaan bulan hampir 39 juta kilometer persegi (14,6 juta mil persegi) atau lima kali ukuran Australia. Dengan wilayah seluas itu, akan sulit melakukan kontrol permanen di bulan. Kalau pun itu bisa dilakukan, namun sifatnya hanya sementara.

“Ini tidak hanya ilegal, tetapi juga menakutkan secara teknologi – biaya dari upaya semacam itu akan sangat tinggi, sementara potensi imbalannya tidak pasti,” tulis Ben-Itzhak dalam artikel bersama dengan R. Lincoln Hines di The Conversation. Keduanya adalah asisten profesor masalah luar angkasa dan mempelajari program luar angkasa China di Air University.

Back to top button