News

Legislator PKB Sebut UU Saat Ini Buat Presiden dan Menteri Seenaknya Kampanye Pakai Fasilitas Negara


Wakil Ketua Komisi II DPR, Yanuar Prihatin mengakui adanya kelemahan UU Pemilu khususnya sanksi penjabat negara yang melakukan kampanye terselubung.

Hal ini ia sampaikan menanggapi putusan MK soal perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024, yang menolak permohonan pihak Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.

Menurut dia, UU Pemilu harus direvisi mengenai adanya sanksi yang jelas dan berat atas pelanggaran tersebut. Yang mana sanksi itu menjadi kewenangan Bawaslu dan wajib dipatuhi oleh pejabat yang bersangkutan jika terbukti melanggar.

“Selama ini, tanpa sanksi yang berat dan jelas, presiden dan para menteri bisa seenaknya mempengaruhi pilihan politik rakyat dengan menggunakan fasilitas negara dan memanfaatkan kewenangannya secara terbuka untuk tujuan elektoral,” jelas Yanuar.

Selain itu menurut dia, harus ada aturan teknis secara tegas terkait jadwal cuti para penjabat negara yang juga berkampanye politik.

“Durasi waktu atau jumlah harinya harus jelas, dan semua jadwal cuti ini wajib dilaporkan kepada KPU dan Bawaslu secara resmi,” ujar dia.

“Selama cuti seluruh fasilitas negara yang melekat pada dirinya harus dilepaskan, seperti mobil dinas, protokol dan ajudan yang dibiayai negara,  kewenangan pembagian program pemerintah,“sambungnya menegaskan.

MK Ungkap Kelemehan UU Pemilu

Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo mengakui adanya kelemahan dalam peraturan perundang-undangan terkait pemilihan Umum (Pemilu). Hal itu dia sampaikan dalam sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.

“Menurut mahkamah terdapat beberapa kelemahan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan pemilihan umum in casu UU Pemilu, PKPU maupun peraturan Bawaslu sehingga pada akhirnya menimbulkan kebuntuan bagi penyelenggara pemilu khususnya bagi Bawaslu dalam upaya penindakan terhadap penyelenggaraan pemilu,” kata Suhartoyo di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).

Dia menjelaskan bahwa UU Pemilu saat ini belum mengatur dampak kegiatan dari apa yang dilakukan sebelum maupun setelah masa kampanye.

Padahal, Pasal 283 ayat 1 UU Pemilu telah menyebutkan larangan bagi pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan Negeri serta ASN untuk mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu, sebelum selama dan sesudah masa kampanye.

Back to top button