Kanal

‘Borok’ Jokowi, Celoteh Agus dan Bunga-bunga Politik


“Bagi orang yang percaya, penjelasan tidak diperlukan. Bagi orang yang tidak percaya, penjelasan tak ada gunanya,” – St. Thomas Aquinas, Filsuf Italia (1225-1274).

Kira-kira demikian gambaran isi kepala Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terkesan kurang serius dalam menanggapi segala nyanyian sumbang, persembahan para mantan kolega dan pembantunya beberapa waktu belakangan ini. Sikap Jokowi ini justru bikin publik terjebak di sebuah persimpangan, percaya pada nyanyian sumbang atau menganggapnya sebagai komoditas politik belaka para barisan sakit hati, jelang pemilu.

Satu per satu keburukan Jokowi diumbar,  gaya kepemimpinan hingga perilaku keluarganya. Awalnya publik tak acuh dengan nyanyian bekas kolega Jokowi di Solo, FX Hadi Rudyatmo soal tingkah buruk Ibu Negara Iriana Jokowi. Sikap yang sama bagi kisah pemecatan eks Menteri ESDM Sudirman Said terkait skandal ‘papa minta saham’ PT Freeport. Publik juga abai dengan curhatan eks Menteri Agama, Fachrul Razi yang mengaku dipecat lantaran ogah membubarkan organisasi Front Pembela Islam (FPI).

Tapi publik peduli ketika eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo membongkar bahwa revisi UU KPK dipicu dari rasa ketidaksukaan Jokowi atas pengusutan kasus korupsi e-KTP, yang kala itu menyeret Ketum Partai Golkar Setya Novanto, pucuk pimpinan partai pendukung pemerintahan Jokowi. Celotehan ini tidak bisa dianggap main-main, baik Agus atau Jokowi harus sama-sama bersikap, saling membuktikan. Sebab, publik bingung membedakan siapa yang benar dan siapa yang berbohong.

post-cover
Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani. (Foto: Dok. Partai Demokrat).

Dorongan agar celotehan Agus ditindaklanjuti pun menyeruak. Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, misalnya. Ia mengatakan, jika apa yang disampaikan Agus benar, tentu bisa jadi preseden buruk juga berbahaya bagi kehidupan dan kelangsungan demokrasi serta penegakan hukum. Kamhar mendorong, agar keriuhan ini dijadikan momentum untuk berbenah dan menjadikan hukum benar-benar sebagai panglima. “Jadi informasi ini mesti tetap ditindaklanjuti agar menjadi terang-benderang,” ucapnya kepada Inilah.com.

Meski ada dorongan, tapi nampaknya sulit bagi Agus untuk menindaklanjuti ucapannya, jika dilihat dari sisi hukum. Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menegaskan pernyataan Agus tidak memiliki nilai pembuktian apapun secara hukum, karena tidak ada saksi dan dua alat bukti permulaan yang bisa menguatkan pernyataan tersebut. “Pernyataan Pak Agus Rahardjo kan dibantah pihak Pak Jokowi. Nah, bukti-bukti atau saksi lainnya enggak ada kan?” katanya saat berbincang dengan Inilah.com.

Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar pun ragu celotehan ini akan ada tindak lanjutnya, baik dari pihak Agus maupun dari Jokowi. Meski dia masih meyakini bahwa Agus bukan tipe orang yang suka berbohong. “Apa yang diusut? Itu bukan kejahatan, bukan tindak pidana, gimik politik namanya,” kata dia. Ahli hukum lainnya, Margarito Kamis pun meminta publik untuk jangan buang-buang energi terhadap celotehan Agus. “Terima sebagai bunga-bunga saja di dalam situasi politik sekarang ini,” ucapnya.

Dugaan yang mengarah bahwa ucapan Agus hanya sebatas komoditas politik memang tidak bisa diabaikan, mengingat pada Januari 2022, Agus sudah mendeklarasikan diri untuk maju menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mewakili Jawa Timur (Jatim).  Bukan mustahil Jokowi dimanfaatkan Agus sebagai panggung elektoral, persiapan kontestasi pemilu. “Untuk apa diramaikan? Itu kepentingan apa diramaikan, itu untuk kepentingan apa?” tanya Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (4/12/2023). Meski begitu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu belum memutuskan untuk menempuh jalur hukum terkait keriuhan ini. “Sampai saat ini belum ada hal itu,” kata Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana, dua hari setelah Jokowi bersuara.

post-cover
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana. (Foto:Antara).

Ketidaktegasan Jokowi ini disesali Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah. Ia mendesak eks Wali Kota Solo itu untuk segera mengambil langkah hukum bila memang merasa difitnah. “Karena jika tidak ada perlawanan, maka Jokowi bisa dianggap mengakui perbuatan melawan konstitusi, dan miliki itikad buruk atas upaya pemberantasan korupsi,” ujar Dedi kepada Inilah.com.

Tapi saran Dedi disanggah pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda. Menurutnya, apa yang disampaikan oleh Agus tidak ada yang bisa dipersoalkan dari aspek hukum. “Ya karena itu cuma cerita pengalamannya, hak setiap orang untuk berbagi pengalamannya kepada siapapun termasuk ke publik,” tutur dia seraya menegaskan, langkah yang bisa ditempuh untuk menindaklanjuti keriuhan ini hanya melalui hak interpelasi DPR.

Namun peluang membawa persoalan ini ke parlemen pun kecil kemungkinan. Suara di Komisi III DPR tidak bulat, masing-masing legislator punya pandangan berbeda. Usulan memanggil Agus sempat dilontarkan anggota Komisi III Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman. Ia tak ingin pernyataan Agus menjadi polemik di tengah masyarakat. “DPR sebaiknya panggil eks Ketua KPK Agus Rahardjo atau Pak Agus datang ke DPR menerangkan lebih rinci pernyataannya ini. Apa betul Presiden Jokowi mengintervensi Proses hukum di KPK,” kata Benny.

post-cover
Anggota Komisi III DPR, Taufik Basari atau Tobas di Kompleks DPR, Senayan, Selasa (5/12/2023) – (Foto: Inilah.com/Diana Rizky).

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Taufik Basari, menilai keterangan Agus memang belum memenuhi syarat interpelasi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran pelaksanaan UU oleh pemerintah. Namun, kata pria yang akrab disapa Tobas itu, keterangan Agus layak didalami. Menurutnya, kasus tersebut tetap relevan meski sudah terjadi beberapa tahun lalu.”Bagaimana kita menjalankan hukum tanpa intervensi, itu masih relevan, jadi di isu itu yang kita diskusikan. Bukan soal pada kasus e-KTP,” kata dia.

Berbeda, anggota Komisi III Fraksi Partai Golkar Supriansa tak sepakat dengan usul memanggil Agus. Menurutnya, pengakuan Agus saat ini sudah tak relevan. Supriansa tak mau mengungkit kembali kasus yang telah lalu. Apalagi, kasus itu telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. “Buat apa membuka luka, jika luka itu sudah sembuh,” kata Supriansa. 

Terkait status inkrah kasus e-KTP juga sempat disinggung oleh Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri. Seraya menegaskan KPK belum ada niatan untuk mengusut perintangan penyidikan yang diduga dilakukan Presiden Jokowi, sebagaimana isi cerita Agus. Kendati demikian, ia tetap mempersilakan eks pimpinan lembaga antirasuah itu untuk membuat laporan terkait dugaan tersebut.

“Ya ketika ada laporan masyarakat pasti kami verifikasi dan telaah. Tapi kalau penyidikan saya sampaikan sejauh ini belum ada proses pengembangan, maka kita jangan bicara dulu perintangan penyidikan, saya kira itu,” jelas dia. [Rez/Reyhaanah/Rizki/Clara/Diana]

Back to top button