News

Berkaca! Negara-negara yang Terjerembab Utang ‘Jebakan’ China

“Lebih Baik Tidur dalam Kondisi Lapar, Daripada Terbangun dengan Posisi Berutang”

Lewat skema Belt and Road Initiative (BRI), Republik Rakyat China menjelma jadi kreditur atau negara pemberi utang terbesar di dunia.

Presiden China Xi Jinping mengumumkan gagasan kebijakan ini pada 2013 lalu di Kazakhstan. Sejak dimulai, proyek kumulatif Belt and Road China telah mencapai US$ 962 miliar, termasuk US$ 573 miliar dalam kontrak konstruksi dan US$ 389 miliar dalam investasi non-keuangan.

Akan tetapi, perlambatan ekonomi global serta kenaikan suku bunga dan inflasi yang tinggi telah membuat banyak negara berjuang untuk membayar utang mereka ke China.

Menurut laporan AidData, Bank Dunia, Harvard Kennedy School, dan Institut Kiel untuk Ekonomi Dunia, China telah mengeluarkan 128 pinjaman penyelamatan darurat senilai US$ 240 miliar ke 22 negara seperti diantaranya Pakistan, Sri Lanka, Turki, Uganda, Kenya, Maladewa, dan negara berkembang lain.

Namun, dana talangan darurat China tidak murah. Bank-bank dari Negeri Tirai Bambu mematok suku bunga 5% untuk pinjaman darurat tersebut.

Proyek One Belt One Road (obor) China (@yo2thok) - inilah.com
Proyek One Belt One Road (obor) China (@yo2thok)

Hutang-hutang dari pihak BUMN, bank, serta usaha patungan atau lembaga swasta China ini lah yang kemudian dianggap sebagai “jebakan utang” atau “utang tersembunyi”.

Sebagian besar utang yang diberikan China ini terkait dengan proyek infrastruktur besar seperti jalan, kereta api dan pelabuhan, dan juga industri pertambangan dan energi, di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan atau One Belt One Road (OBOR) gagasan Xi Jinping.

Sejumlah negara jadi korban jebakan utang China setelah mengalami gagal bayar.”China tidak ada niat untuk merangkap, namun ketika kondisinya semakin buruk mereka habisi saja gitu,” kata Direktur Studi China-Indonesia Celios, Muhammad Zulfikar Rakhmat kepada Inilah.com.

Berikut negara-negara yang gagal bayar, masuk jebakan utang China hingga harus merelakan infrastruktur strategisnya terancam.

1. Sri Langka

Sri Lanka kehilangan pelabuhan dan bandara miliknya akibat gagal membayar utang ke China. Infrastruktur itu diketahui mendapat pembiayaan dari China melalui bantuan utang sebesar US$ 1,5 miliar yang diberikan pada 2010.

Pelabuhan itu dibangun pada tahun 2008 dengan bantuan dana segar dari China sebesar US$ 361 juta (Rp 5 triliun).

Namun, karena gagal bayar utang ke China, pada 2017 Sri Lanka harus merelakan asetnya tersebut ke China. Keputusan tersebut dilakukan dengan menandatangani kontrak untuk melayani perusahaan milik negara China selama 99 tahun!

Pelabuhan Hambantota Sri Lanka Yang Kini Dikuasai China (wikipedia) - inilah.com
Pelabuhan Hambantota Sri Lanka Yang Kini Dikuasai China (wikipedia)

Kala itu Sri Lanka tercatat memiliki utang sebesar US$ 8 miliar kepada China. Bila dihitung, untuk membayar utang luar negeri kepada China dan negara lain akan menghabiskan 94% dari produk domestik bruto (PDB) Sri Lanka.

Sayangnya, sebagian proyek dinilai tak memberi manfaat ekonomi bagi negara itu. China juga meminta jatah ekspor produk mereka ke Sri Lanka senilai US$ 3,5 miliar.

Sri Lanka mengalami krisis ekonomi terbesarnya sejak merdeka di 1948 hingga ‘ngemis-ngemis’ mengajukan permintaan keringanan bayar utang. Kemerosotan itu disebabkan oleh kekurangan mata uang karena larangan bepergian yang diberlakukan selama pandemi COVID-19.

Sri Lanka juga akan memindahkan angkatan lautnya. Sejumlah pihak menyakini, hal itu akan membuka peluang bagi China untuk menguasai gerak-gerik tentara Sri Lanka.

2. Uganda

Jika Sri Lanka harus kehilangan pelabuhannya, Uganda harus merelakan Bandara Internasional Entebbe jatuh ke tangan China akibat gagal bayar utang.

Menurut laporan Gulf News yang melansir Bloomberg, perjanjian itu dibuat tahun 2015. Negara itu meminjam US$ 200 juta dari Bank Export-Import (EXIM) China untuk memperluas bandara Entebbe.

Klausul yang ingin diubah antara lain, perlunya Otoritas Penerbangan Sipil Uganda untuk meminta persetujuan dari pemberi pinjaman China untuk anggaran dan rencana strategisnya. Aturan lain mengamanatkan bahwa setiap perselisihan antara para pihak harus diselesaikan oleh Komisi Arbitrase Ekonomi dan Perdagangan Internasional China.

Presiden Uganda Yoweri Museveri dilaporkan telah mengirimkan delegasi ke Beijing guna bernegosiasi dengan pemerintah China.

Uganda sudah mencoba bernegosiasi sejak Maret 2021. Namun sejauh ini belum berhasil. Pinjaman itu sendiri memiliki tenor 20 tahun, termasuk masa tenggang tujuh tahun.

Uganda ‘menyerahkan’ satu-satunya bandara internasionalnya pada negeri Tirai Bambu.

Bandara Internasional Entebbe adalah satu-satunya bandara internasional Uganda yang menangani lebih dari 1,9 juta penumpang per tahun.

3. Pakistan

Sebagaimana dimuat kantor berita India Aninews, China menjerat Pakistan dengan suku bunga tinggi, dengan persyaratan pembayaran yang sangat kaku dan transparansi amat minim.

Pakistan sendiri memiliki 26 proyek dengan China yang tertuang dalam China-Pakistan Economic Corridor (CPEC). Ini termasuk delapan proyek energi, empat transportasi, satu komunikasi, tiga pendidikan, dua perbankan dan jasa keuangan, satu ekonstruksi dan rehabilitasi, serta dua pemerintah dan masyarakat sipil.

Negara Penerima Proyek Infrastruktur Belt And Road Initiative (celios) - inilah.com
Negara Penerima Proyek Infrastruktur Belt And Road Initiative (celios)

kekhawatiran pada utang China yang menggelembung di Pakistan sudah muncul sejak 2021. Menurut sebuah studi Dana Moneter Internasional (IMF), utang luar negeri Pakistan menggelembung menjadi US$90,12 miliar pada April 2021, dengan kota Islamabad berutang kepada China US$24,7 miliar atau lebih dari 27% beban utang Pakistan.

4. Kenya

Proyek kereta api (Standard Gauge Railway/SGR) yang menghubungan antara Mombasa dan Nairobi membuat Kenya terjebak dalam jerat utang.

Kenya awalnya meminjam US$ 3,6 miliar dari Bank EXIM China, guna membangun rute dari Mombasa ke Nairobi. Pemerintah lalu meminjam lagi US$ 1,5 miliar untuk memperpanjangnya ke Naivasha, sebuah kota di Central Rift Valley.

Jika Kenya tak bisa membayar utang, maka pelabuhan Mombasa, aset paling berharga di negeri itu diyakini akan diambil alih Beijing. Meski begitu, pemerintah Kenya dan China menyangkal hal tersebut di mana Mombasa disebut bukan jaminan pinjaman itu.

5. Maladewa

Awalnya, Maladewa meminjam dana sebesar US$ 200 juta atau setara Rp 2 triliun untuk menghubungkan pulau ibukota Male ke pulau Hulumale. Di mana bandara dan lahan luas masih banyak tersedia.

Hal ini diharapkan dapat menjadi jalan keluar mengenai keterbatasan lahan properti dan akses menuju kawasan ekonomi baru. Jembatan itu rampung di 2018 dan diberi nama “China-Maldives Friendship Bridge”.

Selain Jembatan, Maladewa juga terus meminjam uang untuk pengembangan infrastruktur lainnya. Beberapa mantan pejabat Maladewa dan perwakilan China menunjukkan angka utang terbaru.

Mereka menyebutkan Male berutang ke China antara US$ 1,1 miliar hingga US$ 1,4 miliar. Angka ini masih merupakan jumlah yang sangat besar untuk negara pulau dengan PDB sekitar US$ 4,9 miliar.

Negara yang bergantung dari sektor pariwisata ini sangatlah terpukul oleh pandemi COVID-19. Dan jika pendapatan pemerintah Maladewa turun, mungkin sulit untuk membayar kembali pinjaman pada tahun 2022-2023.

6. Zimbabwe

Zimbabwe dikabarkan memiliki utang senilai US$4 juta atau setara Rp57,3 miliar. Utang digunakan untuk melawan pemberontakan di negara tetangga, Uganda dan Rwanda.

Presiden Zimbabwe Laurent Kabali menggunakan dana utang itu untuk mengirim pasukan hingga membeli peralatan bersenjata guna memberangus pemberontak.

Namun sayang, akibat utang itu, Zimbabwe harus mengikuti perjanjian China untuk menerima yuan sebagai mata uang di Zimbabwe pada Januari 2016. Ini merupakan konsekuensi atas gagal bayar utang Zimbabwe kepada China.

Zimbabwe memiliki 9 mata uang sebagai alat perdagangan yang sah yakni dolar AS, dolar Australia, rand Afrika Selatan, pula Botswana, euro Eropa, poundsterling Inggris, yen Jepang, yuan China, dan rupee India.

Sudah Sejauh Mana Kondisi Utang Indonesia ke China?

Investasi China ke Indonesia berada pada posisi pertama di triwulan IV 2022, melewati Singapura yang selalu berada di posisi teratas.

Jumlah investasi China di Indonesia pada periode tersebut tercatat mencapai USD3 miliar. Kemudian diikuti investasi dari Singapura dengan USD2,7 miliar, Hong Kong USD1,6 miliar, Malaysia USD1,1 miliar dan Amerika Serikat USD0,9 miliar.

Setidaknya terdapat tiga megaproyek infrastruktur China di Indonesia. Pertama, Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Megaproyek yang sempat mengalami polemik pada tahun 2015 itu pada akhirnya menempatkan China sebagai investor mereka. Selain proyek tersebut, investasi China yang masuk ke Indonesia dengan nilai cukup signifikan adalah Kawasan Industri Morowali. China tercatat berinvestasi di Indonesia senilai US$ 1,63 miliar atau sekitar Rp24 triliun untuk membangun kawasan industri di sana.

Proyek hilirisasi nikel lewat PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) membuat masuk investasi sebesar Rp45 triliun untuk menghasilkan 1,9 juta Nickel Pig Iron (NPI) per tahun.

PT. GNI milik pengusaha asal China, Tony Zhou Yuan. Pria keturunan China itu merupakan pengusaha yang bergerak di bidang pertambangan nikel. Tony bekerja sama dengan pemerintah. Bahkan PT GNI masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Indonesia di bidang hilirisasi minerba.

“Kalau saya lihat trennya meningkat. 10 tahun terakhir ini meningkat dari sekitar 30 atau 40 triliun menjadi 300 sampai 400 triliun. Ya beratnya ternyata kita tidak ada histori atau kebijakan untuk menghapus utang dari negara manapun, termasuk dari China. Malah menambah gitu,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad kepada Inilah.com.

Meski Tauhid menyebut masih jauh sampai Indonesia bernasib sama seperti sejumlah negara yang terlilit utang China. Namun kondisi ketergantungan utang harus dihentikan.”Gagal bayar tidak, tetapi ketergantungan utang masih tetap tinggi,” tegasnya.

Kereta Cepat
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung meninggalkan utang dalam jangka 80 tahun. (Dokumentasi: Ilustrasi Inilah.com).

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dinilai jadi salah satu proyek Indonesia-China yang terus menerus membuat posisi kita merugi.

“Itu memang diawal kita lihat negosiasinya memang kurang baik dari awal, dan juga diperjanjian awal itu memang tidak begitu spesifik,” terang Direktur Studi China-Indonesia Celios, Muhammad Zulfikar Rakhmat kepada Inilah.com.

Proyek KCJB investasinya dinilai kelewat mahal dengan rute terlalu pendek. ini pula yang jadi alasan banyak negara di dunia enggan mengembangkan kereta peluru. Negara tetangga terdekat Indonesia, Singapura-Malaysia juga membatalkan proyek kereta cepat mereka meski konstruksinya sudah terlanjur dibangun sebagian. Alasannya, biaya yang harus dikeluarkan dianggap memboroskan anggaran negara.

Sebagai perumpaan besarnya nilai investasi KCJB, dana Rp108,14 triliun dipakai untuk pembangunan kereta cepat dengan lintasan hanya sepanjang 142,3 kilometer yang menghubungkan Halim dengan Gedebage. Apabila dana sebesar itu dipakai untuk infrastruktur lain seperti jalan tol, maka Rp108,14 triliun setara dengan biaya investasi pembangunan jalan Tol Trans Sumatera sepanjang 1.081 kilometer!

“Pemerintah tetap harus berhati-hati, misalnya dengan isu KCJB ada niat untuk menggandeng China kembali, memperpanjang kereta cepat sampai Surabaya,” ungkapnya.

Padahal sampai Bandung saja, beban utang kita ke China, diperkirakan baru lunas dalam waktu 80 tahun!

Pemerintah harus berani mengambil langkah tegas, jika tak bisa berhenti berutang, setidaknya harus kuat dalam bernegosiasi.”Dan inilah yang terjadi di Malaysia misalnya. Malaysia pada zamannya Mahathir Mohamad juga tahun 2018 juga mencoba untuk bernegosiasi and it work’s, dan bisa. Menurut saya perlu lebih untuk bermegosiasi,” tandasnya.

Back to top button