Ototekno

Berani Blokir Google Dkk, Kominfo?

Google hingga WhatsApp terancam diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) jika tidak mendaftar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat ke negara hingga tenggat 20 Juli 2022.Menurut Pakar Teknologi Informasi (TI) dari CISSReC Pratama Persadha mengungkapkan ini adalah momentum bagus untuk menunjukkan pada raksasa teknologi bahwa negara tidak tunduk pada perusahaan multinasional.

“Jadi perlu syok terapi juga, karena selama ini mereka merasa lebih aman dan lebih besar karena pemakai di Indonesia sangat banyak,” kata pakar keamanan siber ini kepada inilah.com, Senin (18/07/2022).

Bila dihitung dari jumlah pemakai, misalnya Twitter, pemakai aktif di Tanah Air sebanyak 10 juta sampai 15 juta orang. Untuk Facebook sangat banyak lebih dari 130 juta orang.

“Jadi, tidak ada alasan untuk tidak tegas,” katanya.

Bahkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kata Pratama, pernah tegas terhadap Telegram yang saat itu pemakainya 10 juta orang.

Pasal karet

Namun, lanjut dia, dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat ada beberapa pasal yang dianggap karet, misalnya Pasal 9 dan Pasal 14.

Dalam pasal tersebut, kata Pratama, bisa men-takedown (mencopot) konten serta akses informasi dengan alasan mengganggu ketertiban umum serta meresahkan masyarakat.

Pratama juga turut membandingkan kebijakan ini dengan negara lain. Hal tersebut bisa dilakukan dengan adanya kasus terlebih dahulu dan izin permintaan tersebut dikeluarkan oleh pengadilan.

“Jadi, poin pasal karet tersebut sebaiknya ditinjau oleh Kominfo dan dirundingkan bersama-sama dengan elemen masyarakat,” kata Pratama.

Lebih lanjut kata Pratama, perlu diingat bahwa Facebook ini tidak sendirian, ada WhatsApp dan Instagram juga yang ada dalam satu payung, Meta (layanan jejaring sosial berkantor pusat di Menlo Park, California, Amerika Serikat).

“Jadi, WhatsApp dan Instagram apa juga terancam diblokir?” tanya Pratama.

Menurut Pratama, WhatsApp yang akan menjadi perhatian serius karena menjadi aplikasi utama instant messaging (pesan singkat) yang dipakai saat ini.

Oleh karena itu, pendekatannya tidak bisa sama dengan Telegram yang dahulu langsung diancam blokir karena pemakainya tidak terlampau banyak.

“Untuk masalah ini sebaiknya Kominfo melakukan perubahan yang lebih detail tidak ambigu serta tidak dianggap sebagai pasal karet, sehingga tidak menimbulkan kontroversi. Bila tidak, selain akan menimbulkan polemik di masyarakat, ini juga akan dijadikan alasan para PSE untuk tidak melakukan pendafatran PSE,” Kata mantan Ketua Tim Lemsaneg Pengamanan IT Komisi Pemilihan Umum tersebut.

Ketegasan Kominfo

Hal itu termasuk keberanian mereka, terutama Facebook, untuk urusan pajak. Bahkan, platform di bawah Meta itu juga enggan membuka kantor di Indonesia. Media sosial ini hanya membuka kantor yang ada satpamnya untuk menerima surat saja.

Ia mengemukakan bahwa masyarakat akan mengerti bila ada pendekatan komunikasi jauh hari. Saat ini masih ada beberapa hari untuk pemerintah lewat Kominfo memberikan penjelasan.

Publik perlu tahu bahwa Facebook dan Twitter bila tidak segera penuhi syarat beroperasinya PSE di Tanah Air, kata Pratama, layanan media sosial itu diblokir sementara sampai mereka penuhi syarat beroperasi PSE di Indonesia.

Ia menyebutkan Facebook akan rugi banyak karena pemakai di Indonesia relatif sangat banyak. Oleh sebab itu, pengumuman dari pemerintah sangat penting, terutama para pengiklan di Facebook dan Twitter untuk menghentikan iklannya sementara pada saat pemblokiran platform tersebut.

Pemblokiran Google

Terkait dengan Google, Pratama memperkirakan akan lebih banyak mendapatkan penolakan masyarakat karena pemakaiannya sudah sampai ke berbagai elemen masyarakat, mulai dari kampus, perkantoran, sampai pemerintah memakai layanan Google.

Belum lagi, lanjut dia, YouTube yang di bawah Google sudah menjadi platform mencari uang banyak pihak. Namun, yang paling parah adalah layanan Google di smartphone android. Bila diblokir, banyak layanan yang tidak berfungsi.

Atas dasar itulah, kata Pratama, Uni Eropa melarang Google memberikan aplikasinya secara default (bawaan) di ponsel android yang beredar di negara Uni Eropa. Selain karena melanggar aturan monopoli, ini juga mengurangi ketergantungan masyarakat negara tersebut pada aplikasi Google.

“Sekali lagi pendekatan untuk Google ini memang agak berbeda. Sebaiknya negara tidak kalah melawan Google cum suis (dan kawan-kawan) karena negara lain sudah tegas minimal dengan denda. Bila tidak membayar denda Google cs, akan diblokir layanannya,” kata Pratama.

Back to top button