Kanal

Audit BPK Atas Kasus Asabri Dipertanyakan

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung I Gde Pantja Astawa mempertanyakan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus PT Asabri yang berujung pada tuntutan hukuman mati Heru Hidayat.

“Atas dasar apa BPK masuk mengaudit, kalau dana Asabri ini berasal dari iuran anggota TNI-Polri? Apa tepat yang diperiksa BPK itu keuangan negara?” katanya.

Menurutnya bentuk hukum dari Asabri ini adalah sebagai sebuah perseroan terbatas (PT), sehingga tunduk pada UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dalam pengelolaannya memiliki Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) tersendiri.

Ia menegaskan bahwa BPK tidak boleh melakukan audit secara sepihak. Orang atau pihak yang diaudit, haruslah dimintai konfirmasi bila terjadi dugaan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Terkait tuntutan hukuman mati oleh jaksa terhadap Heru Hidayat, menurut dia hal tersebut hanyalah sebuah agenda mencari panggung. Namun jika di kemudian hari audit BPK ini terbukti tidak benar dan Heru Hidayat sudah terlanjur divonis mati, Gde melihatnya sebagai sebuah penegakan hukum yang kejam.

“Itulah bahayanya hukuman mati,” ucapnya.

Diketahui, Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut terdakwa kasus dugaan korupsi Asabri Heru Hidayat dengan pidana hukuman mati. Jaksa meyakini Heru terbukti bersama-sama sejumlah pihak lainnya telah melakukan korupsi dalam pengelolaan dana PT Asabri (Persero) yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 22,78 triliun.

Anton Hartono

Jurnalis yang terus belajar, pesepakbola yang suka memberi umpan, dan pecinta alam yang berusaha alim.
Back to top button