News

TKN Tak Bisa Larang Gimik Gemoy Prabowo, Diklaim Natural

Ketua Koordinator Strategis TKN Prabowo -Gibran, Sufmi Dasco merespons soal gimik gemoy yang melekat pada Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto. Menurut Dasco, gimik mencuat seiring dengan dinamika politik jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Bahwa kemudian ada gimik-gimik yang beredar di dari para pendukung itu adalah dinamika yang berkembang yang tidak bisa kita larang. Jadi kalau kemudian di paslon lain gimik-gimiknya kurang ya itu di luar kuasa kami,” kata Dasco kepada awak media di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Kamis (30/11/2023).

” Karena di paslon (pasangan calon) nomor 2 ini memang kita lihat di medsos yang dukung gimik-gimiknya banyak dan heboh,” kata Dasco menambahkan.

Sementara, Wakil Ketua Komandan Hukum dan Advokasi TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman mengungkapkan adanya gimik itu sebagai tanda Prabowo disukai oleh masyarakat.

“Jadi yang namanya gimik, yang namanya citra itu kan lengkap. Orang nggak akan suka dengan gimik gemoy, gimik lucu ya kalau orangnya tidak disukai, kalau gagasannya tidak disukai,” katanya.

Lebih lanjut, dia juga mengeklaim gimik gemoy tersebut muncul secara natural.

“Gimik itu hadir, timbul secara natural, secara alami karena kecintaan orang-orang. Karena banyak orang yang mencintai pak Prabowo, misalnya dikatakan dengan gimik-gimik gemoy dan lain-lain ya memang begitulah,” ujar Habiburokhman.

Sebelumnya, Manajer riset dan program The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono sempat menyinggung soal gimik gemoy yang marak belakangan seiring dinamika jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Arfianto mengemukan hal itu menyangkut akan digelarnya debat bagi tiga capres-cawapres peserta pilpres tahun depan.

Dia mengingatkan ketiga capres-cawapres dapat berbicara sesuai konteks, menawarkan program-program mereka, bukan sekadar mengumbar janji-janji muluk. Selain itu, Arfianto mengharapkan pada debat nanti akan muncul tawaran-tawaran yang terukur, sehingga masyarakat mendapatkan referensi yang cukup dalam menentukan sosok pilihan yang tepat.

“Jadi, debat jangan hanya diisi oleh sekadar gimik gemoy, curhat adanya tekanan, atau memamerkan kemampuan bersilat lidah maupun berbalas pantun, yang pada akhirnya hanya menimbulkan riuh di media sosial oleh para pendengung dari masing-masing pendukung pasang calon dan tidak mendorong ke kampanye yang informatif dan edukatif,” ujar Arfianto.

Back to top button