Market

Arahkan BBM Rendah Emisi, Pemerintah Kaji Alihkan Subsidi Pertalite ke Pertamax

Menggunakan momentum kepanikan polusi udara Jakarta, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka opsi mengalirkan subsidi ke Pertamax (RON 92) untuk meningkatkan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) beroktan lebih tinggi dan rendah emisi.

Opsi ini akan menggeser kebijakan pemerintah yang saat ini subsidi energi masih mengalir pada Pertalite (RON 90) sebagai Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP).

Pertimbangan terbaru saat ini dengan hebohnya status polusi udara yang kian menghawatirkan. Apalagi menurut sejumlah pihak termasuk, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), salah satu sumber polusi udara di Jakarta berasal dari sektor transportasi yang menggunakan bahan bakar beremisi tinggi.

Wacana ini dikuatkan pernyataan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana. Menurutnya, saat ini wacana memberikan subsidi ke Pertamax masih dalam pembahasan internal.

“(Subsidi ke Pertamax) termasuk yang sedang dibahas,” ujarnya yang dikutip dalam rangkaian acara The 41st ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM-41), di Nusa Dua Bali, Kamis (24/8/2023).

Selanjutnya Dadan mengungkapkan, diskusi secara komprehensif masih dilakukan di dalam kementeriannya.

“Kami lagi membahas secara teknis maupun secara regulasi, secara keekonomian karena kan berbeda. Jadi nanti segera ada dari Pak Menteri. Tetapi kami masih membahas di internal,” tandasnya.

Selain dari sektor transportasi, salah satu biang keladi yang disebut-sebut sebagai sumber polusi ialah pembangkit batubara (PLTU) yang mengepung Ibu Kota Jakarta.

Perihal masalah ini, Kementerian ESDM mengerahkan tim khusus untuk mengevaluasi PLTU yang ada. “Kami sekarang lagi kirim tim ke lapangan, Pak Menteri meminta untuk melihat mengecek langsung kondisi PLTU kita,” ujarnya.

Dadan menjelaskan, sebetulnya emisi PLTU dapat dilihat datanya melalui Kementerian LHK. Sebab emisi yang keluar dari pembangkit batubara datanya sudah langsung diintegrasikan ke dalam sistem milik KLHK. “Jadi berdasarkan standar (emisi) yang ada memang memenuhi (yang ditentukan KLHK). Kita juga lagi lihat, standarnya bagaimana bisa jadi lebih baik,” ujarnya.

Back to top button