Hangout

Ketahui Perbedaan Gratifikasi, Suap, dan Pemerasan, Jangan Sampai Tertukar!

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo baru satu kali diperiksa Kejaksaan Agung. Meski baru sekali dipanggil, Kejagung sudah menyimpulkan, menteri berumur 32 tahun dan menjadi anggota kabinet termuda di pemerintahan Presiden Jokowi itu, tidak bersalah.

Alhasil, sikap Kejagung itu digugat ke pengadilan. Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) mengajukan pra peradilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, lantaran Kejagung dan KPK dinilai tak mengusut serius Menpora Dito terkait duit Rp27 miliar.

LP3HI menegaskan, seharusnya Kejagung menjerat Dito dengan pasal gratifikasi karena saat menerima uang itu, status Dito adalah tenaga ahli Menko Perekonomian.

Dito diduga terkait uang Rp27 miliar yang dikembalikan ke Kejagung oleh Maqdir Ismail, kuasa hukum terdakwa korupsi BTS Kominfo, Irwan Hermawan. Irwan Hermawan dalam BAP-nya mengatakan, menggelontorkan dana itu untuk meredam pengusutan kasus korupsi BTS yang menyeret mantan Menkom Info Johnny G Plate. Tetapi hingga kini masih misterius siapa pemilik uang Rp 27 miliar itu.

LP3HI menggugat Kejaksaan Agung yang tak mengusut Dito dalam dugaan gratifikasi. Lalu mengapa Dito dikaitkan dengan gratifikasi dan bukan menerima suap? Ternyata terdapat perbedaan makna antara gratifikasi, suap, termasuk dengan pemerasan dan uang pelicin.

Dikutip dari laman Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, gratifikasi, suap, pemerasan dan uang pelicin adalah sama-sama bentuk korupsi, yaitu kejahatan yang bisa merugikan negara dan masyarakat.

Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk. Dari 30 bentuk tersebut, korupsi dikelompokkan menjadi 7 kategori:

  1. Berkaitan dengan keuangan negara
  2. Suap menyuap
  3. Penggelapan jabatan
  4. Pemerasan
  5. Perbuatan curang
  6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
  7. Gratifikasi

Nah, 7 jenis korupsi itu gratifikasi, suap, dan pemerasan memiliki pengertian berbeda. Sekarang mari kita bahas perbedaannya.

1. Gratifikasi

Gratifikasi menurut penjelasan pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi terjadi jika pihak pengguna layanan memberi sesuatu kepada pemberi layanan tanpa adanya penawaran atau transaksi apapun. Pemberian ini terkesan tanpa maksud apa-apa. Namun di balik itu, gratifikasi diserahkan untuk menggugah hati petugas layanan, agar di kemudian hari tujuan pengguna jasa dapat dimudahkan. Istilahnya “tanam budi”, yang suatu saat bisa ditagih.

2. Suap

Suap terjadi jika pengguna jasa secara aktif menawarkan imbalan kepada petugas layanan dengan maksud agar urusannya lebih cepat, walau melanggar prosedur.

3. Pemerasan

Pemerasan berlangsung apabila petugas layanan yang secara aktif menawarkan jasa atau meminta imbalan kepada pengguna jasa untuk mempercepat layanannya, walau melanggar prosedur.

Sehingga dapat disimpulkan, suap dan pemerasan akan terjadi jika terjadi transaksi atau deal antara kedua belah pihak. Berbeda dengan gratifikasi, yang tidak ada kesepakatan di antara keduanya.

Penyuapan dan pemerasan memiliki unsur janji atau bertujuan menginginkan sesuatu dari pemberian tersebut. Sedangkan gratifikasi adalah pemberian yang tidak memiliki unsur janji, tetapi gratifikasi juga dapat disebut suap jika pihak yang bersangkutan memiliki hubungan dengan jabatan yang berlawanan dengan kewajiban dan hak yang bersangkutan.

Jeratan Hukum Gratifikasi, Suap dan Pemerasan

UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, memuat hukuman bagi tindak pidana korupsi.

1. Kasus suap, uang pelicin, dan pemerasan terkait jabatan.

Pasal 5 ayat (1) menyebutkan, pelaku tindak pidana korupsi suap, uang pelicin dijerat dengan maksimal 5 tahun dan atau denda maksimal Rp250.000.000.

2. Kasus gratifikasi

Sementara gratifikasi memiliki hukuman lebih berat. Pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi dipidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Namun dalam kasus gratifikasi, penerima tidak akan terkena hukuman jika dia melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK.

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.

Back to top button