Market

Anggaran Masih Dihitung, Jokowi Tak Ingin Proyek MRT Jakarta Jalur Timur-Barat Seperti Kereta Whoosh?


Bisa jadi mengambil pengalaman dari proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yang anggarannya membengkak di tengah jalan, Presiden Jokowi tidak ingin terjadi pada rencana proyek pembangunan Mass Rapid Transit atau MRT Jakarta jalur Timur-Barat yang menghubungkan Balaraja-Cikarang.

Lantas Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan sampai saat ini proyek tersebut masih sedang dihitung dan dikalkulasi sebelum dimulai pembangunannya.

“Semuanya juga masih dalam proses segera diputuskan kalau hitung-hitungan, kalau kalkulasi, kalau studinya sudah rampung semua langsung kita putuskan,” ujar Jokowi usai melakukan peninjauan ke MRT Jakarta, Jumat (15/12/2023).

Tetapi Jokowi menegaskan Jakarta saat ini mesti punya transportasi massal yang terintegrasi antardaerah. “Karena Jakarta itu membutuhkan transportasi massal yang terintegrasi, bukan sendiri-sendiri,” kata Jokowi.

Pada pertengahan November lalu, Menhub Budi Karya Sumadi mengungkapkan proyek MRT Koridor Timur-Barat (East-West) fase 1 tahap 1 mendapat kepastian pembangunannya, setelah pemerintah Indonesia dan Japan International Cooperation Agency (JICA) menandatangani risalah pembahasan penilaian (Minutes of Discussion/MoD of Appraisal Mission) .

Menteri Budi Karya menjelaskan pembangunan transportasi massal MRT sesuai dengan Rencana Induk Perkeretaapian Nasional. Tujuannya untuk meningkatkan jaringan transportasi massal dan jumlah penggunanya.

“Saya sangat berharap proyek MRT koridor Timur-Barat ini dapat berjalan dengan baik dan dapat selesai tepat waktu, sehingga dapat segera dinikmati oleh masyarakat,” ujar Budi dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Senin (13/11/2023).

Penandatangan dilakukan pada Sabtu (11/11) oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian, Risal Wasal, Direktur Pendanaan Bilateral Bappenas Kurniawan Ariadi, Sekda Provinsi DKI Jakarta, Joko Agus Setiono, dan Dirut MRT Jakarta, Tuhiyat, yang mewakili pemerintah Indonesia, dengan Chief of Representative Indonesia Office JICA, Yasui Takehiro. Namun tidak disebutkan nilai pendanaan lunak dari Jepang tersebut.

Pihak JICA Jepang sebelumnya mengakui setelah gagal mendapatkan proyek Kereta Cepat Lanjut Surabaya, pihaknya mengincar proyek pembanginan MRT Koridot Timur-Barat. Sebelumnya, JICA sudah menggarap MRT Lebak Bulus-Dukuh Atas.

Untuk proyek MRT Jakarta koridor Timur-Barat akan terbentang sepanjang 84,1 km dari Balaraja, Tangerang hingga Cikarang, Bekasi.

Dalam pengerjaannya, akan terbagi menjadi 4 (empat) tahap pekerjaan, yaitu Fase 1 Tahap 1 (Tomang-Medan Satria sepanjang 30,1 km), Fase 1 Tahap 2 (Kembangan-Tomang sepanjang 9,2 km). Untuk Fase 2 Timur (Medan Satria-Cikarang sepanjang 20,5 km) dan Fase 2 Barat (Kembangan Balaraja sepanjang 29,9 km).

Dengan keterlibatan Jepang membangun infrastruktur transportasi massal di Indonesia dengan menyiapkan pinjaman lunak atau soft loan. Walaupun masih membutuhkan tambahan dana untuk memenuhi kebutuhan yang belum bisa terpenuhi.

Anggaran Proyek Whoosh

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini mulanya hanya akan menelan biaya Rp86,67 triliun. Tetap terjadi pembengkakan atau cost overrun (kelebihan biaya) menjadi Rp114,24 triliun pada tahun 2021. Angaknya pun terus berubah hingga mencapai Rp108,14 triliun.

Memasuki tahap akhir proyek KCJB, perhitungan anggaran yang dirogoh pemerintah mencapai 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp108,14 triliun. Angka ini membengkak dari rencana awal yang menggunakan proposal Jepang melalui JICA yang memberikan tawararan proyek KCJB sebesar 6,2 miliar dollar AS dengan bunga 0,1 persen.

Pemerintahan Jokowi pun memaksa APBN mengelontorkan sekitar Rp17 triliun melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN). Pada pertengahan tahun 2021, Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan kucuran PMN dari APBN sebesar Rp6,9 triliun untuk PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).

Namun dana PMN yang khusus untuk KCJB sebesar Rp4,5 triliun. Saat itu, APBN memiliki Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang totalnya Rp20,1 triliun.

Dalam keterangan resmi PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), struktur pembiayaan KCJB adalah 75 persen dari nilai proyek dibiayai oleh China Development Bank (CBD) dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium. Dari 25 persen ekuitas dari ekuitas tersebut, sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.

Dengan demikian, pendanaan dari konsorsium Indonesia ini sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China, tanpa jaminan dari Pemerintah Indonesia.

Back to top button