Market

Anak Buah Sri Mulyani Hobi Pamer Harta, Petani Mengelus Dada

Apes betul nasib petani kecil di Indonesia. Kerja keras, banting tulang, bersimbah peluh, hasilnya jauh dari kata mencukupi. Penghasilannya hanya Rp5,23 juta per tahun. Atau kurang dari Rp450 ribu per bulan.

Itu angka tak main-main. Hasil Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS). Bahwa pendapatan bersih petani skala kecil cuman Rp5,23 juta per tahun.

Dosen Pasca Sarjana IPB University, Mohammad Jafar Hafsah dalam sebuah diskusi yang diinisiasi Universitas Paramadina, Jakarta, Rabu (8/3/2023), sangat setuju dengan hasil SITASI dari BPS itu. “Ya begitu nasib petani kita. Mereka petani skala kecil, lahannya sempit sekali. Hanya 0,3 hektare,” papar Bang MJH, sapaan akrabnya.

Jadi, jangan heran bila petani skala kecil, sebagian besar tinggal di Pulau Jawa. Persentasenya mencapai 58,18 persen. Disusul Pulau Sumatera 20,29 persen, Pulau Bali dan Nusa Tenggara 7,45 persen. Sedangkan Sulawesi 6,89 persen, Kalimantan 4,41 persen. Paling buncit Papua dan Maluku 2,78 persen.

Terkait sulitnya petani skala kecil bisa hidup sejahtera, diakui Jafar. Ketika akan memulai tanam, petani kesulitan permodallan.

Terpaksa mereka pinjam uang untuk membeli bibit dan pupuk. Biasanya mereka terpaksa meminjam kepada tengkulak dengan sistem ijon. Petani membayarnya saat panen. Perhitungannya, ya sesuai selera pemilik modal alias pengijon.

“Itulah makanya, petani skala kecil sulit membesar. Mereka sejak mulai tanam hingga panen sudah dihimpit masalah. Kalaupun harga beras mahal, yang nikmati bukan petani. Karena panjangnya mata rantai pasok yang membuat petani selalu di posisi sulit,” terang pakar ekonomi pertanian itu.

Lantaran tak maju-maju, lanjutnya, sebagian besar petani mulai patah arang. Ujung-ujungnya mereka jual lahan yang tak luas. “Pembelinya ya orang-orang yang berduit. Bisa saja Jakarta, setelah dibeli, penggarapnya ya bekas pemilik sawah itu. Jadi, wajar bila tingkat kemiskinan berpusat di pedesaan,” imbuhnya.

Seiring berjalannya waktu, kata mantan anggota DPR asal Demokrat ini, lahan pertanian di Pulau Jawa terus menyusut. “Karena profesi ini dinilai tidak prospektif. Atau karena butuh uang cepat, lahan harus dijual. selain itu lahan yang diwariskan membuat alih fungsi lahan di Jawa melebar,” ungkapnya.

Kalau analisa ini betul. Menjadi masalah serius bagi Indonesia yang sebagian besar penduduknya bergantung kepada beras. Ketika sawah dan petani semakin susut, maka impor beras besar-besaran adalah solusinya.

Oh iya, nasib petani Indonesia jelas berbeda seratus delapan puluh derajat dengan pegawai pajak atau bea cukai, yang gaji, tunjangan serta bonusnya bisa puluhan bahkan ratusan juta. Kekayaan pun berlimpah, apalagi yang pinter ‘barmain’.

Jangan bandingkan pula dengan pendapatan 39 pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang nyambi sebagai komisaris di BUMN. Dalam setahun, kekayaan mereka bertambah hingga miliaran rupiah. Koleksi properti, kendaraan mewah bahkan motor gede (moge), bertambah tiap tahun. Perhiasan, jam tangan, tas atau sepatu branded menjadi ciri khas mereka.

Sementara, kehidupan pak tani tetap seadanya. Bisa makan dengan lauk seadanya, mereka pun bersyukur.

Back to top button