News

Wacana Amandemen UUD 1945, MPR: Sebaiknya Usai Pemilu

Rabu, 16 Nov 2022 – 23:51 WIB

Sidang Tahunan MPR - inilah.com

Suasana Sidang Tahunan MPR tahun 2022 di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022). (Foto: Metaksos DPR RI).

Wacana amandemen Undang-Undang (UUD) 1945 mencuat lagi, merespons usulan untuk diadakannya kembali utusan golongan di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Bila memang perlu dilakukan amandemen UUD 1945, Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani menyarankan, agar hal tersebut dilakukan usai pemilu 2024. Alasannya, jika amandemen dilakukan sebelum pemilu 2024, akan terlalu banyak agenda-agenda tersembunyi atau yang sering disebut akan membuka kotak pandora.

Dia mengungkapkan, usulan ini sudah disampaikan dalam rapat gabungan antara pimpinan MPR, pimpinan fraksi-fraksi dan kelompok DPD. Pimpinan MPR menerima banyak aspirasi untuk melakukan pengkajian.

“Kalau mau amandemen, lebih baik pada periode yang akan datang. Saya mengusulkan kalaupun mau amandemen, tidak mungkin sebelum pemilu. Sebaiknya dilakukan usai pemilu 2024 agar tidak terdapat agenda tersembunyi,” kata Asrul Sani di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/11/2022).

Ia menambahkan pada masa MPR di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan sebelumnya, amandemen menjadi salah satu rekomendasi sehingga saat ini pihaknya akan melanjutkannya. “MPR periode lalu ketika dipimpin oleh Zulkifli Hasan juga merekomendasikan. MPR periode sekarang untuk pertama ini berarti sudah satu langkah di depan. Melakukan pengkajian PPHN dan kemudian dikaji dan disiapkan naskahnya,” ungkapnya.

Sebelumnya, Jimly Asshiddiqie menyatakan, keberadaan Utusan Golongan di MPR perlu dihidupkan kembali. Sebab keaneka ragaman masyarakat Indonesia terlalu majemuk, untuk hanya disalurkan aspirasinya lewat 2 saluran saja, yakni DPR dan DPD.

“Golongan-golongan penduduk berdasarkan adat istiadat, suku bangsa, agama dan bahkan ras, dapat dipastikan tidak mungkin tersakiti semuanya. Berdasarkan sistem perennials politik dan daerah saja. Sehingga diperlukan sistem utusan golongan yang tersendiri,” jelas Jimly, Rabu (16/11/2022).

Karena itu, lanjut Prof Jimly, kebhinekaan warga masyarakat dan bangsa Indonesia mesti disalurkan melalui tiga pola perwakilan, sehingga dapat memastikan semua tidak tersakiti dalam proses permusyawaratan rakyat. Tiga pola perwakilan itu, jelas dia, melalui perwakilan politik (DPR), perwakilan daerah atau utusan daerah (DPD) dan perwakilan golongan atau utusan golongan.

“Prinsip semua harus diwakili. Idealnya diterapkan bersamaan dengan prinsip “semua harus dipilih”. Sehingga prinsip permusyawaratan/perwakilan yang di idealkan sebagai sila ke-4 Pancasila, dapat diwujudkan secara bersamaan,” paparnya.

Back to top button