News

Usai Pandemi, Banyak Anak yang Alami Gangguan Penglihatan

Pentingnya orang tua memeriksakan kesehatan mata buah hatinya. Menurut dokter spesialis mata, Weni Puspitasari masa pandemi COVID-19 membuat anak usia sekolah memiliki gangguan mata.

“Pasca pandemi COVID-19, banyak anak usia sekolah yang terindikasi memiliki gangguan penglihatan, baik itu mata minus maupun silinder, hal ini bisa dilihat dari data pemeriksaan mata di beberapa sekolah di wilayah Jabodetabek,” ujar Weni seperti mengutip dari Antara di Jakarta, Rabu (11/01/2023).

Masih menurutnya, dengan begitu para orang tua semakin peduli dengan masalah myopia booming. Kondisi myopia booming adalah ledakan mata minus. Hal tersebut terjadi karena semenjak pandemi COVID-19, kurangnya waktu anak usia sekolah untuk beraktivitas di luar rumah menjadi salah satu pemicu terjadinya mata minus, terutama pada anak-anak. Faktor penggunaan gadget yang intens menjadi salah satu penyebab fenonema myopia booming.

Ledakan Mata Minus (myopia booming) kerap terjadi di beberapa negara Asia Timur dan Tenggara, termasuk Indonesia dengan pertumbuhan kasus mata minus yang sangat signifikan.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap 2.322 siswa pada rentang usia 7 tahun hingga 12 tahun didapatkan data bahwa terdapat sekitar 50 persen anak usia sekolah dasar belum pernah melakukan pemeriksaan mata dan hampir 70 persen dari partisipan mengalami gangguan penglihatan seperti mata minus dan silinder.

Hal itu melebihi prediksi American academy of Ophtalmology pada tahun 2016 silam, mengenai myopia booming sebelum adanya pandemi.

“Perlu diketahui bahwa kondisi miopia atau minus dapat menurunkan kualitas hidup seseorang, selain itu kondisi miopia atau mata minus juga dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan mata penderitanya,” paparnya.

Mata minus adalah kondisi bentuk bola mata tidak bulat sempurna, kondisi itu menyebabkan jatuhnya cahaya berada di depan retina mata sehingga menyebabkan orang dengan kondisi miopia atau mata minus mengalami kesulitan untuk melihat objek pada jarak jauh.

Beberapa faktor penyebab yakni faktor genetik, kebiasaan melihat gawai pada jarak dekat secara terus-menerus, hingga faktor kurangnya pancaran sinar matahari yang disebabkan oleh kurangnya aktifitas di luar ruangan,

Dia menambahkan, kondisi mata minus bisa terjadi hanya pada salah satu mata, sehingga banyak orang tidak menyadari mereka melihat hanya menggunakan salah satu mata saja.

“Kondisi ini tentu berbahaya apabila terjadi trauma pada salah satu mata yang normal maka kemungkinan seseorang akan mengalami kesulitan untuk melihat. Minimal pemeriksaan dilakukan setahun sekali,” tambahnya.

Back to top button