News

Tragedi Kanjuruhan, Hasil Investigasi TGIPF Perkuat Indikasi Kekerasan Aparat

Investigasi yang dilakukan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Kanjuruhan menguatkan indikasi kekerasan aparat sebagai penyebab tragedi yang menewaskan 132 orang itu. Ketua TGIPF, Menko Polhukam Mahfud MD menyebutkan, terdapat bukti-bukti penting yang sekarang ini sedang dikaji oleh tim.

Menurut Mahfud, bukti-bukti tersebut yakni gas air mata kedaluwarsa yang digunakan aparat hingga berakibat fatal, massa di tribun terjebak tak bisa berlari, terinjak-injak, pingsan, kehabisan oksigen, hingga meninggal dunia. “Bukti-bukti penting yang didapatkan dari lapangan saat ini sedang dikaji dan sebagian juga sedang diperiksakan di laboratorium, misalnya menyangkut kandungan gas air mata apakah kedaluwarsa itu berbahaya atau sejauh mana tingkat kebahayaannya,” kata Mahfud, dalam konferensi pers di Gedung Utama, Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/10/2022).

Uji laboratorium, lanjut Mahfud, dilakukan untuk memastikan tingkat kebahayaan gas air mata kedaluwarsa yang digunakan aparat. “Tim menemukan bahwa gas-gas yang disemprotkan itu sebagian dari yang ditemukan itu adalah yang sudah kedaluwarsa ada yang masih akan diperiksa lagi,” terang Mahfud MD.

Mahfud melanjutkan, kalau tidak ada arang-melintang, laporan hasil investigasi dari seluruh temuan TGIPF akan disampaikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada Jumat (14/10/2022). “Insya Allah hari Jumat kami sudah serahkan kepada Presiden mulai besok kami akan konsinyering untuk menyusun laporan,” terang Mahfud.

Semula, TGIPF telah memeriksa beberapa pihak terkait Tragedi Kanjuruhan yang kini sudah menelan sebanyak 132 korban jiwa. Tim yang dimintai keterangan hari ini adalah LPSK, PSSI, PT Liga Indonesia Baru dan Indosiar. Tragedi Kanjuruhan bermula dari pelaksanaan pertandingan derbi Jatim yang mempertemukan Arema FC Vs Persebaya pada 1 Oktober 2022 malam.

Pihak aparat meminta pertandingan digelar tidak pada malam hari. Sementara pihak penyelenggara terikat hak siar dan iklan sehingga memaksa pertandingan digelar pada malam hari. Pelaksanaan pertandingan berlangsung kondusif hingga peluit terakhir berbunyi. Emosi dan antusiasme tinggi suporter tidak diprediksi pihak penyelenggara dan aparat yang tidak profesional. Suporter terhimpit di tribun lantaran berupaya menyelamatkan diri dari pekatnya gas air mata, sementara pintu tribun tidak bisa dibuka.

Back to top button