News

Tak Bisa Ditoleransi, Ma’ruf Sebut Perempuan Jadi Imam Bentuk Penyimpangan

Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut praktik mempersilakan perempuan menjadi imam merupakan sebuah penyimpangan bukan perbedaan.

“Misalnya perempuan jadi imam itu bukan perbedaan, itu penyimpangan namanya itu,” kata Ma’ruf dalam sambutannya pada acara Milad ke-48 Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Rabu malam (27/7/2023).

Ma’ruf tidak mencontohkan spesifik kasus perempuan menjadi imam yang dimaksud. Namun, Pesantren Al Zaytun di Indramayu sebelumnya memang pernah mempersilakan perempuan menjadi imam dalam shalat.

Lebih lanjut, Ma’ruf meminta MUI mendudukkan persoalan-persoalan seperti itu secara proporsional. Menurut dia, hal itu terkait meneguhkan peran MUI dalam menjaga umat dari penyimpangan.

Ma’ruf memahami perbedaan adalah sesuatu hal yang harus ditoleransi. Namun, ia menegaskan, penyimpangan tidak bisa ditoleransi dan harus diluruskan.

“Tetapi, ada orang yang penyimpangan dianggap sebagai perbedaan,” kata Wapres.

Dia mengingatkan, MUI sebagai lembaga yang paling pantas menjadi imam umat secara institusi harus bisa memberikan arah kepada umat.

“Karena itu Majelis Ulama (Indonesia) itu sering saya katakan sebagai kereta api, nggak bisa dibawa kemana-mana. Dia berjalan di atas relnya. Jadi kalau orang yang mau ikut Majelis Ulama ikut relnya. Kalau ingin tidak ikut rel, mau sendiri, mau membawa arus sendiri, dia jangan naik kereta api, jangan naik Majelis Ulama, naik taksi saja, kalau taksi kan bisa dibawa ke mana aja nggak pakai rel,” ujar Ma’ruf memaparkan.

Tak lupa, Ma’ruf menyerukan MUI terus menguatkan umat, baik secara kaidah, pendidikan hingga ekonomi.

Back to top button