News

Tak Ada Lagi Toleransi untuk KPU, Ketua Bawaslu: Hati-hati Bro!

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan ancamannya untuk mempidanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bukan cuma gertak sambal. Ia menegaskan untuk urusan pengawasan daftar pemilih sementara (DPS) pihaknya tidak main-main.

Bagja mengatakan sudah cukup batas kesabarannya saat dihalang-halangi mengakses Sistem Informasi Pencalonan (Silon), dan permasalahan lainnya. Untuk persoalan DPS tidak ada lagi toleransi. Ia mengatakan dirinya sedang membahas secara internal soal langkah ke depan yang akan Bawaslu ambil.

Silon oke lah, tapi ketika DPS kami nggak mau main-main. Kenapa ketika DPS Bawaslu nggak mau main main? Karena ini berkaitan dengan pencetakan surat suara. Hati-hati bro,” tegas Bagja di Jakarta, Senin (12/6/2023).

Naik pitamnya Bagja dipicu oleh dua kejadian terakhir, terkait gesekan antara Bawaslu dengan KPU. Pertama ketika petugas Bawaslu dihalang-halangi dalam mengecek dokumen-dokumen bakal calon legislatif (bacaleg). Saat pengecekkan, KPU hanya memberi waktu 15 menit untuk memeriksa dokumen seperti ijazah atau curriculum vitae (CV) dan tidak diperkenankan untuk difoto atau dibawa sebagai alat bukti.

Kejadian lainnya, insiden pengusiran terhadap petugas Bawaslu yang sedang mengawasi proses pemutakhiran daftar pemilih Pemilu 2024. Pelaku pengusiran adalah petugas KPU. Menurut Bagja, peristiwa itu terjadi di dua kabupaten dalam satu provinsi yang sama ketika sedang berlangsung tahapan rekapitulasi daftar pemilih sementara (DPS) beberapa waktu lalu. “Kami protes ketika mengawasi DPS, ada pengawas yang disuruh keluar. Apa-apaan!” tegas Bagja geram.

Peristiwa pengusiran ini menambah panjang rentetan gesekan antara KPU dan Bawaslu. Gesekan antara dua lembaga penyelenggara pemilu itu sebelumnya terjadi soal akses terhadap Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) ketika tahap pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024. Atas semua perkara yang terjadi selama ini, KPU selalu berdalih bahwa akses atau data tak bisa diberikan karena ada ketentuan kerahasiaan data pribadi.

Bagja memperingati KPU agar insiden semacam itu tidak terulang. Jika terjadi lagi, pihaknya akan memidanakan anggota KPU menggunakan Pasal 512 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal tersebut mengatur bahwa semua anggota KPU di setiap jenjang, termasuk badan ad hoc di bawah KPU, dapat diancam pidana maksimal 3 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 36 juta. Hal ini berlaku jika anggota KPU tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam tahapan pemutakhiran data serta penyusunan dan pengumuman daftar pemilih.

Back to top button