Market

Jual-beli WTP Sulit Diberantas di BPK, Pakar: Anggotanya Banyak Politisi


Dalam sidang korupsi eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), terkuak adanya jual-beli WTP di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kasus lama yang tak pernah mati. 

Mungkin anda suka

Pakar kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah mengungkap, praktik jual-beli opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh oknum BPK, bukanlah perilaku baru.

Kejadian ini sudah sejak lama karena perilaku para anggotanya. Di mana, banyak politikus atau tokoh terafiliasi parpol yang menjadi anggota BPK.

Alhasil, kata Trubus, auditor pelat merah ini, tidak bisa bekerja profesional. Namun sarat kepentingan pribadi, kelompok atau parpol. .

“Saat ini, BPK terlalu politis. Orang-orangnya banyak berasal dari parpol, mayoritas penguasa. Kebanyakan menteri ini kan orang-orang bawaan,” kata Trubus, dikutip Sabtu (11/5/2024).

Menurut Trubus, kondisi ini membuat banyak kementerian/lembaga mendapatkan opini wajar yang sebenarnya tak wajar.

Sebab, BPK tak mau mempersoalkan permasalahan dalam laporan keuangan yang ditemukan. “Enggak pernah kena masalah, makanya WTP melulu. Misal kayak Syahrul Yasin Limpo selama jadi Menteri Pertanian, ya ditutupi semua permasalahannya, jadi WTP dan minta duit bayaran,” ungkap Trubus.

“Jadi BPK memang harus diisi oleh orang-orang dari kalangan profesional, jadi orang-orang dari partai politik itu dibuang semua itu,” semua.

Sidang lanjutan kasus korupsi eks Mentan SYL pada Rabu (7/5/2024), menguak masih adanya indikasi jual-beli opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam proses audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Hermanto yang dihadirkan sebagai saksi mengungkapkan bahwa seorang auditor BPK bernama Victor pernah meminta uang Rp 12 miliar kepada Kementan.

Hermanto menyebutkan, uang itu diminta supaya hasil audit Kementan mendapatkan status WTP dari BPK. Status WTP Kementan terganjal karena adanya indikasi fraud dengan nilai besar dalam pelaksanaan program food estate atau lumbung pangan nasional.

“Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp 12 miliar untuk Kementan,” kata Hermanto.

Hermanto mengatakan, Kementan tidak langsung memenuhi permintaan Victor. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta, Kementan hanya memberi Rp 5 miliar ke BPK.

“Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin (kalau) enggak salah sekitar Rp 5 miliar,” kata Herman.

 

Back to top button