News

PDIP Akan Bangun Dialog Dorong Evaluasi Sistem Pemilu

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan partainya akan melakukan dialog dengan berbagai pihak terkait sistem pemilu. Dialog ini PDIP lakukan sebagai upaya untuk mendorong revisi UU Pemilu khususnya yang berkaitan dengan sistem proporsional terbuka dan tertutup.

“Kami akan melakukan dialog yang pertama ialah melakukan kajian-kajian terlebih dahulu. Bagaimana praktik antara pemilu proporsional terbuka dan tertutup tersebut. Kami akan lihat bagaimana terjadinya kecenderungan migrasi para pengusaha yang memang memiliki daya laverage masuk dan memenangkan pemilu untuk menjadi calon-calon anggota legislatif, karena memang mereka memiliki kapasitas ditinjau dari sumber daya di dalam memobilisasi pemilih,” ujar Hasto dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis.​​​​​ (15/6/2023).

Menurut dia, kajian yang diperoleh itu nantinya bakal dijadikan semacam penggalangan opini terhadap sistem terbaik yang perlu ditetapkan di Indonesia.

“Karena kalau dari pertimbangan hakim MK, kami bisa menyadari kedua sistem tersebut masing-masing mengandung plus dan minusnya, tetapi bagaimana kami memperkuat hal-hal yang positif dan di sisi lain memperkuat, memperlemah hal-hal yang negatif. Itu nantinya akan dilakukan oleh PDIP sebelum mengambil keputusan terkait dengan bidang pemilu,” jelasnya.

Selain kajian, kata Hasto, PDIP lebih dahulu melihat evaluasi pelaksanaan proporsional terbuka pada Pemilu 2024. Terutama, demi melihat hasil dari sistem itu untuk menghasilkan anggota legislatif yang berkualitas.

“Harus ada ke depan kajian objektif terlebih dahulu apakah betul di dalam sistem pemilu proporsional terbuka itu menghasilkan caleg dengan kapasitas kepemimpinan yang jauh lebih hebat dari sistem proporsional tertutup. Bagaimana dengan kedisiplinan di anggota dewan, bagaimana dengan kemampuan legislatif di dalam mendorong suatu agenda kemajuan melalui politik legislasi, politik anggaran, dan politik pengawasan,” ucapnya.

Ia juga mengungkapkan kekhawatiran dari pelaksanaan pemilu yang menggunakan proporsional terbuka dengan kuatnya modal dari sistem tersebut.

“Kami sangat mengkhawatirkan apa yang terjadi di Eropa Barat, di Amerika Serikat dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Tiongkok, dan beberapa negara yang mengadaptasi sistem proporsional secara kombinasi seperti Jerman, untuk melakukan studi komparatif terlebih dahulu, karena di dalam proses penempatan jabatan-jabatan legislatif diperlukan sumber kapital yang sangat besar agar seseorang terpilih, maka ini juga bisa membawa implikasi berupa penyalahgunaan kekuasaan itu,” tambah dia.

Terlepas dari revisi UU Pemilu, Hasto justru menyoroti perlunya perubahan UU Partai Politik soal organisasi politik itu bisa memperoleh insentif dari pemerintah.

“Kebetulan saat ini saya baru disertasi doktoral di UI, saya mengambil judul ‘kepemimpinan strategis, ideologi, dan pelembagaan partai serta relevansinya terhadap ketahanan partai’. Kami akan melihat aspek-aspek pelembagaan, bagaimana ideologi mempengaruhi kepemimpinan strategis di dalam membangun pelembagaan partai,” katanya.

Hasto sendiri beranggapan sistem pemilu terbaik di Indonesia harus khas milik tanah air yang tidak sekadar berbicara soal kemenangan, melainkan bisa membahas tentang tanggung jawab sosial.

“Apakah fungsi ideal parpol dijalankan dengan sebaik-baiknya. Saya sendiri baru mengambil penelitian hal tersebut sehingga nantinya juga akan membuktikan sistem pemilu yang paling cocok dengan kondisi Indonesia yang sejak awal telah mengukuhkan dirinya memiliki demokrasi yang khas Indonesia, demokrasi yang tidak hanya berbicara politik demokrasi asal menang, asal terpilih, tetapi mengandung tanggung jawab sosial. Ada suatu ekonomik demokrasi yang berorientasi pada keadilan sosial,” katanya.

Back to top button