News

Kenapa Tol MBZ Bergelombang? Ternyata Ini Alasannya

Jalan Tol MBZ atau Tol Jakarta-Cikampek II yang baru saja dibuka memiliki jalur yang tidak biasa.

Pasalnya, jalan tol sepanjang 36,4 kilometer itu terlihat bergelombang tidak seperti jalan layang pada umumnya.

Kondisi jalan bergelombang itu sempat diperdebatkan oleh warganet di media sosial. Beberapa dari mereka mempertanyakan keamanan jalur bergelombang itu dan alasan kenapa harus dibuat bergelombang.

Jika dilihat secara kasat mata, jalan tol itu memang bisa dibuat lurus seperti pada umumnya. Tapi ternyata, Direktur Utama PT Waskita Persero Tbk Bambang Rianto memiliki alasannya sendiri. 

Untuk lebih jelasnya, berikut 4 alasan kenapa tol MBZ bergelombang:

1. Faktor Kondisi Lingkungan Sekitar

Pembangunan jalan tol MBZ atau Jalan Tol Jakarta-Elevated dibangun di wilayah pemukiman padat yang cukup sulit.

Salah satu aspek kesulitan terbesarnya terdapat banyak bangunan lain seperti simpang susun, jembatan penyeberangan orang (JPO), dan jalan tol eksisting.

Terlebih lagi, di jalan itu terdapat SUTET yang mengalirkan pasokan listrik untuk daerah Jawa dan Bali.

Melihat situasi tersebut, akhirnya PT Waskita Persero Tbk memutuskan untuk membangun jalan layang setinggi 18 meter dengan jarak bebas vertikal minimal 5 meter dari SUTET sesuai Permen ESDM No.20 Tahun 2019:

Tabel jarak aman bebas minimum vertikal konduktor (Photo: Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI)
Tabel jarak aman bebas minimum vertikal konduktor (Photo: Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI)

2. Faktor Keselamatan Masyarakat dan Operasional Lainnya

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, jalan tol ini dibangun di atas jalan tol eksisting yang dimana disekitarnya terdapat SUTET dan JPO.

Perlu diketahui, area SUTT, SUTET, dan SUTTAS tidak diperbolehkan ada benda atau material lain yang dibangun di sekitarnya dengan maksud aspek keselamatan manusia, makhluk hidup, dan benda lain di sekitarnya.

Maka dari itu, pembangunan jembatan ini harus mengikuti Permen ESDM No.20 Tahun 2019 dengan memberikan jarak sedikitnya 5 meter sesuai dengan ketentuan Jarak Aman Bebas Vertikal Konduktor demi menjaga keamanan masyarakat sekitar.

3. Faktor Keselamatan Pengemudi

Bambang Rianto juga menjelaskan alasan kenapa jalan tol ini sengaja dibuat bergelombang.

Salah satu alasannya, jalan tol ini memiliki ketinggian 18 meter atau setara 5 lantai gedung. Dia juga mengatakan bahwa ketinggian itu cukup berbahaya bagi pengemudi karena faktor angin yang kencang dan faktor lainnya.

Berdasarkan aspek lingkungan dan keselamatan pengemudi, akhirnya PT Waskita memutuskan untuk membuat jalan bergelombang sesuai dari hasil analisa perhitungan geometrik.

Hasilnya, jalan tol itu memiliki kelandaian maksimal sebesar 4 persen dengan jarak pandang henti tak kurang dari 110 meter.

Jarak ini dinilai ideal dan cukup aman bagi pengemudi. Sebab, mereka bisa melihat tanjakan dari jarak 110 meter dan melihat kondisi lalin sejauh 110 meter saat turun. 

Dengan begitu pengemudi bisa melakukan respon dengan jarak yang cukup jika terjadi kecelakaan lalu lintas di depannya.

Selain itu, jalan bergelombang ini sengaja dibuat untuk mengakomodir batas kecepatan antara 60-80 km per jam.

4. Faktor Biaya

Biaya pembangunan jalan tol yang dibangun dengan menggunakan teknologi sosrobahu ini memakan biaya sebesar Rp16,23 triliun. 

Dari pihak kontraktor bisa saja mengajukan permohonan untuk mendirikan jalan tol yang lebih tinggi. Tapi biaya pembangunannya akan lebih besar dari yang sudah ditetapkan.

Selain faktor biaya, pihak kontraktor juga mengkhawatirkan aspek keselamatan pengemudi jika jalan tol dibuat terlalu tinggi.

Maka dari itu, jalan tol ini dibuat bergelombang untuk meminimalisir biaya yang membengkak dan menjaga keselamatan pengemudi.

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.

Back to top button