News

Sosialisasi Bacapres Kerap Mengarah ke Kampanye, JPPR Minta Bawaslu Bertindak

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita, menilai para bacapres kerap berlindung di balik kata ‘sosialisasi’ dalam setiap kegiatan safari politik.

Padahal kegiatan safari tersebut, sambung dia, sarat dengan kepentingan kampanye untuk memenangkan salah satu calon. Tidak hanya safari politik, kegiatan deklarasi pun dinilai Mita termasuk dalam pelanggaran kampanye.

Untuk itu ia meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar segera menindak partai politik (parpol) yang mengusung bacapres tersebut. “Seharusnya Bawaslu melihat tindakan-tindakan deklarasi dan yang sudah mendekati tindakan kampanye yang dilakukan pihak yang mengatasnamakan bakal calon dapat di tindak berdasarkan partai politiknya,” kata Mita sapaan akrabnya, saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Senin (3/7/2023).

Menurut dia, saat ini partai politik sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu dan dapat dipastikan tindakan-tindakan deklarasi pencalonan yang kaitannya dengan (DPR, DPRD dan Presiden dan wakil Presiden) terafiliasi dengan partai politik.

“Karena dalam mereka mencalonkan, harus menggunakan partai politik. Dan dalam prakteknya kita liat bahwa memang kegiatan-kegiatan bakal calon tersebut juga merupakan kegiatan-kegitan partai politik peserta pemilu yang akan mencalonkannya. Apalagi di beberapa kegiatan unsur citra diri (logo dan nomor urut) partai mengiringi kegiatannya,” sambung Mita.

Sebagai bagian dari penyelenggara pemilu, sambung dia, Bawaslu dalam pengawasannya mesti menggunakan pendekatan sistemik dengan melihat keseluruhan aspek norma yang ada. “Dengan fakta-fakta di lapangan untuk mencegah, mengawasi dan menindak kepada partai politik yang melakukan kampanye sebelum dimulainya masa kampanye,” tegasnya.

“Di sisi lainnya, UU Pemilu hanya mengenal kategori politik uang pada masa kampanye, masa tenang dan masa pungut hitung. Sedangkan saat ini dianggap bukan merupakan politik uang. Sikap Bawaslu terhadap amplop merah di Sumenep yang dilakukan salah satu parpol mengkonfirmasi hal tersebut,” tutup Mita.

Sebelumnya, anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengakui bahwa peraturan terkait sosialisasi partai politik (parpol), sebelum masa kampanye masih begitu longgar, nyaris tak terlihat ada batasan.

“Karena memang tidak ada PKPU yang secara khusus bicara soal sosialisasi, KPU masih menggunakan PKPU Nomor 33 Tahun 2018 soal kampanye, yang di situ diaturnya memang sangat sedikit soal sosialisasi,” terang Lolly di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Minggu (2/7/2023).

Ia menjelaskan perihal batasan sosialisasi yang tidak boleh dilanggar, adalah sepanjang tidak adanya sebuah kalimat ajakan untuk memilih. “Karena kan kalau kampanye itu ya kegiatan untuk meyakinkan, nah cara meyakinkannya ngajak orang. Nah di sosialisasi, ini tidak diperbolehkan,” tuturnya.

“Ajakan tuh bagaimana? Partai Lolly nih, saya Lolly Suhenty akan nyalon, ABCD, maka pilih partai saya untuk 2024! Maka ajakan untuk meyakinkan itu yang belum boleh di masa sosialisasi,” tambah dia.

Sedangkan bagi seseorang yang belum resmi menjadi peserta pemilu, maka Bawaslu hanya bisa melakukan mekanisme pencegahan, seperti mengimbau dan mengingatkan. “Misalnya si A, maka kita ingatkan melalui partai politiknya. Ya memang ini ruang abu-abu ya, tapi seperti itulah faktanya. Kami sih Bawaslu enggak bosan-bosan mengimbau, kenapa? Karena kalau kita citranya jelek, itu akan mempengaruhi cara pandang pemilih,” jelas Lolly.

Back to top button