News

Soal Penolakan PKPU 10/2023, Bawaslu Diprediksi Lepas Tangan

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menduga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan lepas tangan, meski sudah melakukan audiensi dengan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, terkait penolakan terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 (PKPU 10/2023).

“Saya pesimis juga apakah akan dijawab dengan cara yang tegar oleh Bawaslu atau tidak, saya khawatir dijawabnya ‘bukan kewenangan kami’,” kata Ray kepada wartawan di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023).

Dia pun mengingatkan Bawaslu, untuk memanfaatkan momentum ini sebagai ajang unjuk gigi, agar masyarakat bisa yakin bahwa pemilu nanti akan berjalan ke arah demokrasi yang benar seusai amanat reformasi.

“Kita tunggu Bawaslu yang ‘garang’, yang memastikan bahwa pemilu kita bukan sekedar tidak bertentangan dengan aturan, tapi memastikan bahwa pemilu kita berjalan ke arah demokrasi yang benar sesuai amanah reformasi,” tuturnya.

Ray berharap Bawaslu bisa memberikan arahan yang kuat dan tepat. Dengan begitu, partisipasi politik perempuan bisa lebih terjamin. “Saya kira, masalah sekarang bukan soal itu saja, bahkan kita mendengar banyak proses penyaringan penyelenggara pemilu yang kurang lebih tidak juga sepenuhnya terlihat pro, terhadap partisipasi perempuan, baik KPU dan Bawaslu,” tutupnya.

Diketahui, Sejumlah aktivis perempuan yang menamakan tergabung dalam Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, telah menyampaikan audiensi kepada Bawaslu soal penolakan terhadap PKPU 10/2023. Khususnya, terkait Pasal 8.

Valentina Sagala, selaku perwakilan kelompok, memandang PKPU tersebut melanggar norma dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sekaligus juga bertentangan dengan Pasal 28H Ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang menyebut bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

“UUD 1945 memberikan jaminan bagi tindakan khusus dalam rangka mewujudkan keterwakilan perempuan yang adil dan setara,” kata Valentina di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023).

Valentina mengatakan, pihaknya memiliki tiga sikap perihal PKPU 10/2023, yang pertama menolak keberadaan Pasal 8 Ayat 2. Ia juga menuntut Bawaslu untuk menjalankan perannya dalam melakukan pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu dalam waktu 2×24 jam.

“Sesuai kewenangannya, Bawaslu harus menerbitkan rekomendasi kepada KPU untuk segera merevisi Pasal 8 PKPU 10/2023 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan UU Pemilu,” lanjut dia.

Jika dalam waktu 2×24 jam Bawaslu tidak menerbitkan rekomendasi kepada KPU, lanjut dia, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan akan melakukan sejumlah upaya hukum untuk menuntut pemulihan hak politik perempuan berkompetisi pada Pemilu 2024. Mereka juga berencana melaporkan KPU ke DKPP dan juga melakukan uji materi terhadap PKPU Nomor 10 Tahun 2023 ke Mahkamah Agung (MA).

Adapun bunyi aturan dalam PKPU yang tolak tersebut berkaitan dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap Dapil. Bila menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:
a. Kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau
b. 50 atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas

Back to top button