News

KLHK Sebut Uji Emisi dan WFH Solusi Sementara Atasi Polusi

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengatakan tindakan preventif sementara terkait polusi udara di DKI Jakarta adalah dengan memastikan semua masyarakat taat terhadap uji emisi.

“Jangka pendeknya memberlakukan uji emisi, potensinya kan besar, kemudian baru didorong untuk pindah ke tranposrtasi umum,” ujar Sigit di Arborea Cafe Manggala Wanabakti Kementerian LHK Jakarta Pusat, Minggu (13/8/2023).

Dia menuturkan, bahwa perbaikan kualitas udara di Jakarta harus melibatkan daerah penyangga seperti Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi. Untuk saat ini, Sigit menyebut salah satu upaya yang telah dilakukan adalah uji emisi bersama yang sudah digalakkan sejak 5 Juni 2023.

“Salah satu rekomendasi yang paling penting yang dilihat dari ITB maupun Vita Strategis adalah yang di kendaraan bermotor. Kita mulai lakukan kampanye dan mungkin juga akan segera dilakukan enforcement untuk uji berkala kendaraan bermotor. Tanggal 5 Juni kemarin sudah melakukan uji bersama besar-besaran tidak hanya di DKI tetapi di semua Jabodetabek,” kata Sigit.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah saat ini sedang berupaya mencari solusi dan menyediakan informasi sebanyak mungkin terkait perkembangan polusi udara di Jakarta. Untuk soal, apakah karyawan diperbolehkan WFH atau tidak. Sigit pun mempersilahkan masing-masing lembaga untuk mengambil keputusan.

“Sekarang itu kan pilihan masing-masing, bagi kita kita sudah menyediakan informasi, kalau misalnya ada alembaga yanh memang sebagian besar karyawannya sensitif maka dipersilahkan untuk memutuskan sendiri apakah perlu WFH atau tidak,” tuturnya.

Ia menambahkan, salah satu solusi instan saat ini adalah menunggu turunnya hujan. Karena dengan adanya air hujan akan membilas sementara polusi yang mencemari Jakarta, namun hal itu sulit terjadi.

“Karena menurut prediksi BMKG dua minggu ke depan semua wilayah di Jawa tidak punya potensi awan, kalo di wilayah Sumatera ada potensi awan untuk hujan,” katanya.

Sebagai informasi, sektor transportasi menyumbang emisi terbesar, yakni 44 persen. Secara rinci, bahan bakar yang digunakan di DKI itu adalah sumber emisi, yang berasal dari batu bara 0,42 persen, minyak 49 persen, dan gas 51 persen.

Jika dilihat dari sektor-sektornya, maka urutan penyumbang polusi udara dimulai dari transportasi 44 persen, lalu industri 31 persen, manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen dan komersial 1 persen.

Back to top button