Hangout

Siswa SMP di Jaksel Nekat Lompat dari Lantai 3, Psikolog: Jangan Anggap Sepele Kesehatan Mental Remaja


Psikolog anak dan remaja, Anastasia Satriyo mengungkap pentingnya untuk tidak menganggap remeh isu kesehatan mental dan depresi di usia remaja dan dewasa.

Hal itu ditekankan Anastasia sebagai respons maraknya kasus percobaan bunuh diri di kalangan remaja terutama pelajar sekolah.

Baru-baru ini, publik dihebohkan dengan upaya percobaan bunuh diri siswa SMPN inisial GAD (14). Siswa tersebut diketahui nekat lompat dari lantai 3 gedung kelas 7 di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Melalui akun Instagramnya @anassatriyo, psikolog itu berusaha menjelaskan lewat data betapa tingginya tingkat percobaan bunuh diri di kalangan remaja-dewasa dengan rentang usia 15-29 tahun.

Menurutnya, sejak menginjak usia 13 tahun, remaja biasanya akan mengalami perkembangan otak yang signifikan, terutama di bagian prefrontal cortex, yang bertanggung jawab atas fungsi eksekutif seperti perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengendalian impuls.

“Namun, bagian ini belum sepenuhnya berkembang hingga usia pertengahan 20-an, sehingga remaja sering kali masih mengandalkan bagian otak yang lebih primitif, yaitu amigdala, untuk memproses emosi,” katanya, Jakarta, Jumat, (24/05/2024). 

Remaja pada usia ini, lanjut dia, rentan terhadap isu kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan tekanan sosial.

Perubahan hormonal yang terjadi selama masa pubertas juga berkontribusi pada fluktuasi suasana hati dan perasaan yang intens.

“Tanpa dukungan yang memadai, remaja mungkin kesukitan dalam mengatasi tekanan emosional dan sosial yang mereka hadapi,” lanjutnya.

Lebih jauh, karena perkembangan prefrontal cortex yang belum optimal, remaja cenderung memproses emosi dengan cara yang lebih reaktif dan kurang rasional.

Biasanya mereka merespons situasi dengan cara impulsif dan emosional. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa kewalahan oleh

perasaan mereka sendiri, terutama jika mereka tidak atau belum memiliki keterampilan yang memadai untuk mengelola emosi tersebut.

Untuk itu, Anastasia juga menggarisbawahi bahwa peran keluarga dan kerabat sekitar dalam memberikan dukungan amatlah penting bagi para remaja.

“Penting bagi orang dewasa di sekitar remaja, seperti orang tua dan guru, untuk memberikan dukungan yang tepat,” katanya.

Ia juga menganjurkan agar orang tua atau kerabat sekitar untuk lebih banyak mendengar tanpa menghakimi.

Orang terdekat termasuk guru juga harus memberikan bimbingan dalam mengelola emosi, dan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung adalah langkah-langkah penting dalam membantu remaja melewati masa transisi ini dengan lebih baik.

“Sebagai orang dewasa, kita memiliki peran penting dalam mendukung kesehatan mental remaja di sekitar kita. Rasa kesepian dan tekanan sosial seringkali dapat mengganggu kesejahteraan mereka. Mari kita luangkan waktu untuk belajar dan memahami lebih dalam tentang kesehatan mental remaja,” kata Anastasia.

Sekalipun menurutnya, mengikuti pelatihan atau seminar tentang kesehatan mental remaja juga dapat membantu memberikan orang-orang sekitar untuk menambah wawasan dan alat yang diperlukan untuk membantu mereka yang memiliki masalah kesehatan mental.
 

Back to top button