News

Ambil Cuti Saat Jadi Jurkam Demokrat 2014, SBY Lebih Beretika dari Jokowi


Pakar ilmu hukum pemilu dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini membandingkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengedepankan etika dan tidak memanfaatkan posisinya sebagai kepala negara untuk berkampanye jelang akhir masa jabatan.

Titi mengatakan, saat Pemilu tahun 2014, SBY tidak berkampanye sebagai presiden. Sebab kala itu, ayah kandung Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu mengajukan cuti.

“Di 2014, Presiden SBY pada waktu itu ikut kampanye Partai Demokrat. Dia berkampanye, saya ingat betul, pada waktu itu mengambil cuti dari tanggal 17-18 Maret 2014 sebagai Juru Kampanye (Jurkam) Demokrat,” kata Titi dalam konferensi persnya secara daring, Kamis (25/1/2024).

Ia menjelaskan, dengan cuti yang diajukan itu maka SBY berkampanye sebagai individu atau perorangan, bukan sebagai presiden. Saat Pilpres 2014 pun, tutur dia, SBY tak pernah menjual jabatannya sebagai presiden, selalu mengatasnamakan dirinya sebagai ketum Partai Demokrat.

“Pada waktu itu di 2014 Pak SBY tidak pernah berkampanye untuk peserta pemilu presiden mana pun. Jadi memang ada pernyataan dukungan dari Demokrat untuk Prabowo-Hatta pada 30 Juni 2014, tapi SBY tidak pernah melakukan aktivitas kampanye untuk peserta pemilu mana pun dalam hal Pilpres 2014,” ucap Titi.

Sebelumnya, pernyataan mengejutkan diucapkan oleh Presiden Jokowi. Ia mengatakan seorang presiden boleh berkampanye dan juga boleh memihak dalam gelaran Pilpres 2024. Menariknya ucapan ini ia tuturkan di hadapan Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.

Ucapan ini ia lontarkan dalam rangka menanggapi perihal adanya menteri kabinet yang tidak ada hubungannya dengan politik, tapi ikut serta menjadi tim sukses pasangan capres-cawapres. “Presiden tuh boleh lho kampanye, Presiden boleh memihak, boleh,” ujar Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Dia mengatakan, presiden maupun menteri merupakan pejabat publik yang juga sekaligus pejabat politik. Namun demikian, saat berkampanye tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan fasilitas negara.

“Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara, kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa berpolitik enggak boleh, boleh. Menteri juga boleh,” katanya.

Back to top button