Market

Selamat Tinggal Dolar AS, Indonesia Genjot LCT

Selamat Tinggal Dolar AS, Indonesia Genjot LCT

Sudah banyak negara bersiap menyampaikan selamat tinggal kepada dolar Amerika Serikat (AS). Indonesia dan beberapa negara ASEAN juga serius melakukan de-dolarisasi dan melawan hegemoni Amerika dengan mendorong penggunaan mata uang lokal bersama negara mitra. 

Indonesia serius menyiapkan diri keluar dari ketergantungan terhadap dolar AS. Sebanyak 10 kementerian dan lembaga (K/L) melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (NK) pembentukan Satuan Tugas Nasional untuk mendorong peningkatan penggunaan mata uang lokal dengan negara mitra Indonesia (local currency transaction/LCT). 

Pembentukan Satgas Nasional LCT tersebut melibatkan Bank Indonesia (BI), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Penandatangan Nota Kesepahaman ini pun disaksikan langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi) di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean 2023 di Jakarta. 

“Bank Indonesia meyakini bahwa Satgas Nasional LCT akan menjadi wadah koordinasi yang semakin memperkuat sinergi kebijakan antar kementerian/lembaga dalam upaya meningkatkan penggunaan mata uang lokal pada transaksi bilateral Indonesia dengan negara mitra utama,” ujar Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), kemarin.

Pembentukan Satgas ini untuk mendorong implementasi kerangka kerja sebagai upaya meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah dan memperkuat resiliensi pasar keuangan domestik.  “Implementasi LCT diharapkan berkontribusi positif pada kegiatan ekspor-impor, investasi, transaksi pembayaran lintas batas, antara lain melalui QR cross border, termasuk ke depan dalam memfasilitasi transaksi perdagangan surat-surat berharga,” tambahnya.

Pembentukan Satgas Nasional LCT juga merupakan bentuk pengejawantahan kolaborasi dan peningkatan peran otoritas pada tataran nasional sebagai wujud konkrit dari implementasi Asean high level principle LCT framework yang menjadi salah satu capaian prioritas Keketuaan Indonesia di Asean pada 2023. Para pemimpin Asean sudah sepakat memperkuat regional payment connectivity (RPC) dan mendorong penggunaan LCT untuk mengurangi kerentanan terhadap volatilitas eksternal dan memperdalam pasar keuangan.

Kerja sama LCT antara Indonesia sudah terimplementasi dengan sejumlah negara di kawasan, yaitu Malaysia, Thailand, Jepang, dan China. Selain itu, dengan Singapura dan Korea Selatan juga telah diperoleh kesepakatan bersama untuk membangun kerangka implementasi kerja sama LCT dengan Indonesia. Dengan kata lain, negara tersebut bertransaksi tanpa menggunakan dolar AS seperti pada umumnya.

Perkembangan transaksi LCT hingga saat ini terus mengalami peningkatan. BI melaporkan transaksi LCT per Juli 2023 telah mencapai US$3,7 miliar. Naik sekitar US$0,5 miliar dari bulan sebelumnya. Sementara realisasi tahun lalu atau sepanjang 2022 berada di angka US$4,1 miliar. BI optimistis kinerja transaksi LCT hingga akhir 2023 akan lebih tinggi dari 2022

Melepaskan Hegemoni AS

De-dolarisasi mendapat dorongan belakangan ini, terutama setelah perang Rusia-Ukraina dimulai Februari 2022 lalu. Seperti diketahui untuk menghukum Rusia, pemerintah barat membekukan US$300 miliar cadangan mata uang asing Rusia tahun lalu, kira-kira setengah dari total, dan mengeluarkan bank-bank Rusia dari sistem pembayaran internasional cepat.

Akibatnya, negara-negara yang ingin terus berdagang dengan Rusia, seperti India dan China, telah mulai melakukan transaksinya dalam mata uang rupee dan yuan. Brasil dan China sekarang saling berdagang dalam yuan, membantu menetapkan renminbi China sebagai mata uang internasional dan penantang dolar.

India juga telah mencoba menjauh dari dolar. Baru-baru ini, 18 negara, termasuk Inggris, Jerman, Rusia, dan bahkan Uni Emirat Arab, telah diberikan izin untuk berdagang dalam mata uang rupee India. Pada Februari, ekonom dunia Nouriel Roubini telah mengatakan bahwa rupee India dari waktu ke waktu dapat menjadi salah satu mata uang cadangan global di dunia.

Negara-negara BRICS yakni Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan memang gencar mengganti peran dolar AS ini. Kelompok negara-negara mengalami perkembangan perekononomian yang terus meningkat sehingga muncul dorongan untuk melahirkan mata uang BRICS untuk memfasilitasi perdagangannya.

Mengutip Firstpost, dolar AS disebut sebagai raja mata uang dan menjadi mata uang cadangan resmi dunia pada 1944. Keputusan dibuat oleh delegasi dari 44 negara Sekutu yang disebut Perjanjian Bretton Woods. Sejak itu, dolar menikmati status yang terkuat di dunia. Akibatnya telah memberi AS pengaruh yang tidak proporsional terhadap ekonomi negara lain. 

Berdasarkan catatan Bank of International Settlements Data, hampir 90 persen transaksi valas global terjadi dalam mata uang dolar AS. Selain itu, negara-negara lain pun rentan terpapar risiko pergerakan nilai tukar dolar AS, seperti yang terjadi di tengah tekanan ekonomi global pada 2022. Apalagi, suku bunga AS berpotensi mencatatkan kenaikan. 

Akibatnya, tidak semua negara suka bermain dengan aturan AS. Negara-negara seperti Rusia dan China ingin menghentikan hegemoni dolar. Proses ini disebut de-dolarisasi mengacu pada pengurangan dominasi dolar di pasar global. Ini adalah proses penggantian dolar AS sebagai mata uang yang digunakan untuk perdagangan minyak dan atau komoditas lainnya.

Para pendukung de-dolarisasi mengatakan bahwa proses ini akan mengurangi ketergantungan negara lain pada dolar dan ekonomi AS. Sehingga pada akhirnya dapat membantu mengurangi dampak perubahan ekonomi dan politik di AS terhadap ekonomi mereka sendiri. Selain itu, negara-negara dapat mengurangi keterpaparan terhadap fluktuasi mata uang dan perubahan suku bunga, yang dapat membantu meningkatkan stabilitas ekonomi dan mengurangi risiko krisis keuangan.

Wacana de-dolarisasi ini telah mengalami percepatan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2022, Dana Moneter Internasional mencatat bahwa bank sentral saat ini tidak memegang greenback sebagai cadangan dalam jumlah yang sama seperti sebelumnya. Menurut data Komposisi Mata Uang dari Cadangan Devisa Resmi IMF, bagian dolar dari cadangan devisa global turun di bawah 59 persen pada kuartal terakhir tahun lalu dan memperpanjang penurunan yang telah terjadi selama dua decade. 

Yang mengejutkan, penurunan pangsa dolar tidak disertai dengan peningkatan saham pound sterling, yen dan euro, mata uang cadangan lama lainnya. Sebaliknya, pergeseran dolar terjadi dalam dua arah: seperempat ke dalam renminbi Tiongkok, dan tiga perempat ke dalam mata uang negara-negara kecil yang telah memainkan peran lebih terbatas sebagai mata uang cadangan.

Topik
Komentar

BERITA TERKAIT

Back to top button