News

Sebut 2024 Jatah Prabowo, Jokowi Ojo Dumeh

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut tahun 2024 sebagai jatah bagi Prabowo, bisa saja bukan sebuah bentuk dukungan, melainkan sebuah bentuk keangkuhan.

Pengamat Politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam memandang, ada sisi lain dari pernyataan Presiden Jokowi yang menyatakan bahwa tahun 2024 adalah jatah bagi Prabowo Subianto untuk menjadi presiden, merupakan wujud dari tingginya ego Jokowi setelah cukup lama menikmati kekuasaan.

“Dalam konteks ini, tingginya ego Jokowi yang barangkali akibat sudah cukup lamanya dia menikmati kekuasaan, seolah menurunkan level sensitivitasnya,” jelas Umam melalui pesan singkat pada Selasa (8/11/2022).

Dia menyatakan, pada saat melontarkan pernyataan tersebut, seolah Jokowi sedang pamer. Ingin menunjukkan bahwa dirinya telah mencapai level dan kelas politik yang jauh berbeda dari politikus lainnya.

“Jokowi memamerkan kemenangannya dalam dua (kali) Pilpres (yaitu pada) 2014 dan 2019 di hadapan Prabowo. Hal itu seolah ingin menunjukkan level capaian dan kelas politiknya yang jauh berbeda dibanding mereka yang kalah Pilpres,” katanya.

Dia menegaskan, pernyataan tersebut tidak saja menyinggung Prabowo, namun juga menyinggung Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri yang juga turut mengalami pengalaman yang sama dengan Prabowo.

Statement-nya (Jokowi) itu sebenarnya bukan hanya menyinggung Prabowo yang telah kalah di Pilpres 2014 dan 2019, tetapi juga secara tidak langsung menyinggung Megawati Soekarnoputri yang juga pernah kalah berturut-turut di Pilpres 2004 dan 2009. Bahkan, kekalahan Megawati saat itu terjadi saat dirinya berada di posisi incumbent,” terangnya.

Seharusnya, kata Umam, Jokowi dapat lebih paham dan sensitif terhadap hal-hal yang terdapat di dunia politik. Umam juga mengingatkan, Jokowi harusnya jangan menunjukan sifat mentang-mentang, sebab dibalik kesuksesannya ada peran orang lain.

“Jokowi seharusnya paham dan lebih sensitif, karena karir politiknya tidak lepas dari peran Prabowo yang mendukungnya di Pilkada DKI Jakarta 2012. Dan juga peran Megawati yang mendukungnya di Pilpres 2014 dan 2019. Dalam tradisi Jawa, sebaiknya Jokowi kembali memahami nasihat ‘ojo dumeh‘, jangan mentang-mentang,” tegas Umam.

Back to top button