News

HUT ke-78 RI, Belum Merdeka dari Kemiskinan

Tepat hari ini, Kamis, 17 Agustus 2023, bangsa Indonesia merayakan kemerdekaan. Di Hari Ulang Tahun ke-78 ini, salah satu masalah besar yang mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara masih terus membelenggu, yaitu kemiskinan.

Masalah klise yang selalu mewarnai perjalanan bangsa meski sudah merdeka lebih dari setengah abad itu masih terus terjadi hingga saat ini. Bahkan di era yang sekarang serba digital dan serba canggih, kemiskinan tetap belum bisa dientaskan.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini masih sangat besar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan di Indonesia per akhir Maret 2023 sebanyak 25, 9 juta orang. Jumlah tersebut memang berkurang 460 ribu orang dibandingkan akhir September 2022, yaitu sebanyak 26,36 juta orang.

Secara persentase, jumlah orang miskin berdasarkan data terbaru BPS itu sebesar 9,36 persen atau turun 0,21 persen dari September 2022 sebesar 9,57 persen. BPS mencatat seluruh pulau di Indonesia mengalami penurunan persentase penduduk miskin, kecuali Pulau Sulawesi.

Sekretaris Utama BPS, Atqo Mardiyanto dalam rilis BPS yang disampaikan di Jakarta pada Senin (17/7/2023), pada Maret 2023, hanya Pulau Sulawesi yang menunjukkan peningkatan persentase kemiskinan, yakni dari 10,06 persen pada September 2022 menjadi 10,08 persen, atau mengalami peningkatan sebesar 0,02 persen.

Jumlah penduduk miskin di Pulau Sulawesi pada Maret 2023, terdata sebanyak 2,04 juta orang dengan persentase 7,89 persen. Peningkatan penduduk miskin di Sulawesi disebabkan rendahnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

BPS mencatat pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Sulawesi berada di bawah 1 persen, yakni sebesar 0,88 persen pada triwulan I-2023 terhadap triwulan III-2022. “Padahal, pertumbuhan konsumsi rumah tangga itu berpengaruh terhadap kemiskinan. Tapi, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Sulawesi pada triwulan I itu yang paling kecil,” kata Atqo.

Terkonsentrasi di Pulau Jawa

Jumlah penduduk miskin di Indonesia sampai sejauh ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dengan persentase masing-masing 52,59 persen dan 21,89 persen.

Data BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa pada Maret 2023 sebanyak 13,62 juta orang, turun 0,24 persen dari 9,03 persen pada September 2022 menjadi 8,79 persen.

Sedangkan penduduk miskin di Pulau Sumatera tercatat sebanyak 5,67 juta orang, turun 0,20 persen dari 9,47 persen menjadi 9,27 persen.

Adapun penduduk miskin di Kalimantan turun 0,23 persen menjadi 5,67 persen dengan jumlah 960 ribu orang. Bali dan Nusa Tenggara mencatat penurunan penduduk miskin sebesar 0,17 persen menjadi 13,29 persen atau sebanyak 2,09 juta orang.

Sementara, Maluku dan Papua menunjukkan penurunan penduduk miskin paling tinggi, yakni sebesar 0,42 persen menjadi 19,68 persen. Adapun jumlahnya sebesar 1,52 juta orang.

Ketimpangan Makin Tajam

Meskipun BPS mencatat seluruh pulau di Indonesia mengalami penurunan persentase penduduk miskin, kecuali Pulau Sulawesi, namun BPS juga mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran yang diukur menggunakan rasio gini naik menjadi 0,388 pada Maret 2023.

Atqo menyebutkan ketimpangan pengeluaran yang naik. Dari data yang ada, tingkat ketimpangan pada Maret 2023 mengalami peningkatan dibandingkan September 2022. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan rasio gini dari 0,381 poin menjadi 0,388 pada Maret 2023, atau meningkat sebesar 0,007 poin.

Data tersebut menunjukkan ketimpangan pengeluaran di Indonesia makin meningkat pada Maret 2023. Bila dirinci berdasarkan wilayah, rasio gini di perkotaan tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan, yaitu masing-masing di level 0,409 poin dan 0,313 poin.

Rasio gini di pedesaan pada Maret 2023 tetap konstan bila dibandingkan September 2022. Bahkan, secara menyeluruh, perkembangan rasio gini di perdesaan mengalami pergerakan yang terbilang stabil sejak September 2019, yaitu berada di kisaran 0,313 hingga 0,315 poin.

Sedangkan rasio gini di perkotaan menunjukkan perkembangan yang lebih fluktuatif. Nilai rasio gini pada September 2019 tercatat di level 0,391, kemudian menyentuh nilai tertingginya pada Maret 2023.

Di sisi lain, ukuran ketimpangan lain yang kerap digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia.

Berdasarkan ukuran tersebut, tingkat ketimpangan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya di bawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12-17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen.

Kemiskinan Ekstrem

Di tengah hiruk pikuk rakyat Indonesia bersuka ria merayakan kemerdekaan ke-78 hari ini, sejatinya bangsa ini belum lepas dari penjajahan kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi pun bukan hanya sekadar miskin, namun masuk dalam kategori miskin ekstrem.

Menurut data BPS, posisi angka kemiskinan ekstrem per Maret 2022 adalah 2,04% dan menurun di September 2022 menjadi 1,74%. Terbaru, seiring dengan rilis BPS angka kemiskinan pada Maret 2023 terus menurun baik di perdesaan maupun perkotaan.

Atqo menyebutkan kondisi kemiskinan ekstrem di Indonesia saat ini, yaitu angka kemiskinan ekstrem per Maret 2023 turun menjadi 1,12% atau menurun 0,62 persen dari kondisi September 2022.

Data kemiskinan ekstrem terbaru itu juga disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2024, di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Rabu (16/8/2023).

Suharso melaporkan angka kemiskinan ekstrem di Tanah Air per Maret 2023 turun 0,62% atau menjadi 1,12% dibandingkan dengan 2022. “Pada Maret 2023 telah mencapai 1,12% dari target untuk 2024 antara 0 hingga 1%. Ada penurunan 0,62% dibandingkan tahun 2022,” ujar Suharso yang juga menyebut masalah kemiskinan ekstrem menjadi isu yang penting.

Terkait target Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai angka kemiskinan ekstrem menjadi 0% pada 2024 yang disampaikan Suharso, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mencermati target Jokowi tersebut kemungkinan tidak tercapai.

Pada akhir Juli lalu dalam konferensi pers di Kantor PP Muhammadiyah Jakarta, Muhadjir mengatakan, “Mungkin kalau 0% betul tidak ya. Nol koma iya. Tapi kita ingin bagaimana komanya (,) itu betul-betul mendekati nol.”

Masalah kemiskinan menjadi sorotan para bakal calon presiden yang akan bertarung di Pemilu 2024. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang diusung partainya bersama PKB, PAN, dan Golkar sebagai bacapres menyebut Indonesia masih belum sepenuhnya merdeka kalau masih ada rakyatnya yang hidup miskin.

“Selama ada orang miskin di Indonesia, bangsa ini belum sepenuhnya merdeka. Kita tidak ingin ada kemiskinan di republik ini,” ujar Prabowo menekankan ketika menghadiri konsolidasi Partai Gerindra di Kota Bogor, Jawa Barat pada Minggu (25/6/2023).

Kata Menteri Pertahanan itu, untuk memperbaiki kehidupan rakyat tidak bisa dilakukan dengan modal janji belaka. “Memperbaiki kehidupan rakyat bukan hanya dengan ngomong-ngomong saja, tidak hanya dengan ngomel-ngomel saja.”

Bagi Prabowo, kalau ingin memperbaiki kehidupan rakyat maka harus mau untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai warga negara, yaitu harus melaksanakan kedaulatan rakyat.

Sedangkan bacapres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang diusung Partai NasDem, Demokrat, dan PKS, Anies Baswedan menyatakan keinginan untuk memperjuangkan hidup rakyat Indonesia agar lebih baik lagi.

“Kami kirimkan pesan untuk semua, bahwa perjuangan bukan merebut sesuatu dari orang lain atau pihak lain. Yang ada justru kami ingin hidup kita lebih baik, kita ingin semua lebih adil,” ujar Anies dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (13/8/2023).

Anies mencontohkan makanan yang disajikan di setiap rumah, ada karena ada petani yang bekerja menyiapkan itu semua. Namun, kondisi mereka kebanyakan jauh dari sejahtera alias masih berada di bawah garis kemiskinan.

“Apakah petaninya sudah sejahtera? Sudah hidup enak? Kita tiap hari ada makanan, tapi mereka yang bekerja menyiapkan belum sejahtera. Kami mengajak untuk sejahterakan petani,” kata Anies menegaskan.

Adapun bacapres usungan PDIP dan PPP yang menjabat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengaku akan tetap fokus menyelesaikan beberapa program pada 2023, di antaranya yakni pengentasan kemiskinan.

“Satu, soal kemiskinan dan bagaimana perbaikan datanya agar target itu bisa diselesaikan. Contoh yang bagus itu di Kabupaten Boyolali,” kata Ganjar seusai memimpin Rapat Pengendalian Operasional Kegiatan (POK) APBD Tahun 2023, di Kantor Gubernur, Selasa (3/1/2023).

Menurut Ganjar, pengentasan kemiskinan di Jawa Tengah sebenarnya sudah dilakukan secara maksimal. Ia juga mendorong Dinas Sosial Provinsi Jateng untuk membuat aplikasi untuk validasi dan verifikasi data.

Ganjar optimistis problem kemiskinan ekstrem di provinsinya akan tuntas pada 2024. Hal itu disampaikannya seusai melakukan rapat koordinasi percepatan pengentasan kemiskinan di Magelang, Kebumen, dan Purworejo, di Balaidesa Donorojo, Mertoyudan, Kabupaten Magelang pada Selasa (31/1/2023).

Back to top button