News

Kuwait Alami Gejolak Politik Setelah Emir Bubarkan Parlemen


Emir Kuwait Sheikh Mishal telah membubarkan parlemen dan mengambil alih sebagian tugasnya. Sheikh Mishal juga mengumumkan penangguhan beberapa pasal konstitusi di tengah kebuntuan yang terus berlanjut.

Emir Sheikh Mishal al-Ahmad al-Sabah dan kabinet yang ditunjuk kerajaan akan mengambil alih sebagian kekuasaan dari Majelis Nasional yang beranggotakan 50 orang, katanya pada hari Jumat (10/5/2024), dalam pidato yang disiarkan di televisi pemerintah. Dia juga menangguhkan beberapa pasal yang tidak ditentukan dalam konstitusi untuk “jangka waktu tidak lebih dari empat tahun”, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

“Suasana tidak sehat yang dialami Kuwait pada tahun-tahun sebelumnya telah mendorong penyebaran korupsi hingga mencapai sebagian besar fasilitas negara, dan sayangnya korupsi telah mencapai lembaga-lembaga keamanan dan ekonomi,” kata penguasa berusia 83 tahun itu, seraya menambahkan bahwa hal ini bahkan berdampak pada sistem keuangan negara. “Kami menghadapi kesulitan dan hambatan yang tidak dapat ditoleransi,” ujarnya.

Pemilu pada bulan April adalah pemilu pertama yang diadakan di bawah kepemimpinan Syekh Mishal, yang berkuasa pada bulan Desember lalu setelah kematian saudara tirinya dan pendahulunya, Syeikh Nawaf al-Ahmad al-Jaber al-Sabah.

Perselisihan berulang antara Majelis Nasional dan kabinet telah memicu pembubaran parlemen, membatasi investasi dan reformasi yang bertujuan mengurangi ketergantungan negara pada pendapatan minyak. Parlemen akan bertemu untuk pertama kalinya Senin (13/5/2024) besok, namun beberapa politisi menolak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

Emir mengatakan kegagalan membentuk pemerintahan adalah akibat dari “perintah dan ketentuan beberapa” legislator. “Kuwait telah melalui masa-masa sulit akhir-akhir ini… sehingga tidak ada ruang untuk keraguan atau penundaan dalam mengambil keputusan sulit untuk menyelamatkan negara dan mengamankan kepentingan tertingginya,” kata Sheikh Mishal.

Pembubaran Parlemen yang Berulang

Pembubaran parlemen sebelumnya pernah dilakukan oleh Emir Kuwait, Nawaf al-Ahmad Al-Sabah tahun lalu seiring dengan kebuntuan politik yang terus-menerus. Ia kemudian menyerukan pemungutan suara. Ketika itu, perselisihan yang terus-menerus antarcabang pemerintahan telah menghalangi anggota parlemen untuk melakukan reformasi ekonomi, sementara defisit anggaran yang berulang dan rendahnya investasi asing menambah suasana suram.

Perselisihan tahun lalu itu terfokus pada RUU kontroversial yang mengusulkan agar pemerintah mengambil alih pinjaman konsumen dan pribadi warga Kuwait. Pemerintah mengatakan langkah tersebut akan terlalu mahal, menghabiskan hampir US$46 miliar dana publik, sementara anggota parlemen berpendapat bahwa biayanya akan jauh lebih murah, di bawah $6,5 miliar.

Perpecahan yang terus terjadi antara anggota parlemen terpilih dan kabinet yang ditunjuk telah mengakibatkan menurunnya layanan sosial  seperti layanan kesehatan dan pendidikan. Kurangnya stabilitas juga membuat takut para investor di industri perminyakan Kuwait, yang menyumbang tujuh persen dari cadangan minyak mentah dunia.

Meskipun anggota parlemen dipilih melalui pemilu, anggota kabinet Kuwait dilantik oleh keluarga penguasa Al-Sabah, yang memegang kendali kuat atas kehidupan politik. Sejak Kuwait mengadopsi sistem parlementer pada tahun 1962, badan legislatif tersebut telah dibubarkan sebanyak belasan kali.

Back to top button