News

Rekor Korupsi Menteri Era Jokowi: Kegagalan Kekuasaan untuk Kepentingan Rakyat

Kian maraknya korupsi dewasa ini di Indonesia juga bersifat multidimensi. Bisa jadi karena lemahnya penegakan hukum, kegagalan untuk memahami bahwa kekuasaan seharusnya untuk kepentingan rakyat.

Mungkin anda suka

Setahun menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kasus korupsi yang menjerat jajaran menteri masih terus terjadi. Perkara korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) yang menyeret nama eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) menambah deretan panjang menteri-menteri Kabinet Jokowi yang tersandung perkara rasuah.

Sebelum muncul kasus Mentan Syahrul pada pekan ini, lima perkara korupsi yang melibatkan menteri Era Jokowi masing-masing menyeret Idrus Marham yang menjabat Menteri Sosial dalam kasus suap proyek PLTU Riau. Selanjutnya, Menpora Imam Nahrowi dalam perkara suap dana hibah KONI. Berikutnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus suap izin ekspor benih lobster. Kemudian, Mensos Juliari Batubara dalam kasus Bansos COVID-19, dan selanjutnya menyeret Menkominfo Johnny G Plate dalam perkara korupsi pembangunan Menara BTS 4G.

Lantas kenapa sampai terjadi banyaknya menteri yang terlibat kasus korupsi di kabinet pemerintahan Jokowi ini? 

Pakar Korupsi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Nur Rachmat Yuliantoro, mengamati banyaknya menteri atau pejabat tinggi yang terlibat korupsi dalam pemerintahan Jokowi menunjukkan bahwa meritokrasi tidak dijalankan sepenuhnya sebagai mekanisme utama untuk menentukan pejabat publik.

Penentuan pejabat oleh Presiden, menurut pandangan Nur Rachmat, lebih sering dilakukan atas dasar kepentingan politik, jaringan patronasi, dan dalam beberapa kasus, upaya untuk mendapatkan rente.

Kian maraknya korupsi dewasa ini di Indonesia juga bersifat multidimensi. “Bisa jadi karena lemahnya penegakan hukum, kegagalan untuk memahami bahwa kekuasaan seharusnya untuk kepentingan rakyat, serta kurangnya kesadaran kolektif bahwa korupsi bersifat destruktif dan oleh karena itu harus dihindari,” ujar Nur Rachmat saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Jumat (6/10/2023).

Untuk melawan korupsi yang merajalela, dia menekankan, yaitu harus memadukan strategi-strategi yang sifatnya universal, misalnya good governance dan penegakan hukum dengan yang partikular, khas Indonesia. “Memperbaiki pola seleksi pejabat, dengan mengutamakan keahlian dan rekam jejak yang bersih (anti-korupsi) bisa menjadi salah satu langkah prioritas.”

Masalah Moralitas Pejabat

Bila melihat banyaknya menteri yang terjerat perkara korupsi di masa pemerintahan Presiden Jokowi ini memang lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Di masa pemerintahan SBY tercatat ada lima menteri yang terjerat kasus korupsi, masing-masing yaitu Menkes, Siti Fadilah Supari, Menpora Andi Mallarangeng, Menteri Agama Suryadharma Ali, Menteri ESDM Jero Wacik, dan Mensos Bachtiar Chamsyah.

Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati mengamati banyaknya menteri di era Jokowi yang tersandung kasus korupsi dengan dana negara dibandingkan era pemerintahan sebelumnya.

Wasisto menyebut kalau secara statistik, jumlah menteri yang terkena kasus korupsi di era Presiden Jokowi memang agak tinggi, yakni enam berbanding lima ketika SBY berkuasa. Hal ini, menurut dia, memang agak mengejutkan terjadi peningkatan satu tingkat dalam kasus korupsi yang menjerat menteri.

Wasisto menilai penyebab korupsi semakin marak yang paling utama tentunya adalah adanya masalah klasik, yakni soal moralitas para pejabat untuk tak tergoda korupsi ketika berkuasa. Hal ini yang kemudian menjadi permasalahan sistemik terhadap penegakan hukum. “(Kalau) untuk unsur politis saya belum ada bayangan,” ucap Wasisto kepada Inilah.com di Jakarta, Jumat (6/10/2023).

Sebagai upaya untuk memberantas korupsi, menurut Wasisto, idealnya perlu dengan adanya penguatan aparat penegakan hukum untuk menindak korupsi.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai, fenomena banyaknya menteri di masa pemerintahan Presiden Jokowi membuktikan bahwa eks Wali Kota Solo itu lemah dalam pengawasan internal terhadap para pembantunya.

“Bisa secara begitu ya melihatnya, bahwa pengawasan di internal Pak Jokowi ini enggak terlalu kuat sehingga begitu mudah orang terjerat kasus korupsi,” ujar Ray saat ditemui di Jakarta, Jumat (6/10/2023).

Ia menyebut Jokowi telah memecahkan rekor lantaran di dua periode kepemimpinannya cukup banyak menteri yang terkena korupsi. “Saya kira untuk kali pertama dalam sejarah kepemimpinan nasional di mana anggota kabinetnya banyak sekali yang masuk penjara, apalagi kalau dihitung periode pertama,” ungkapnya.

Ray juga mengkritisi lambannya langkah antisipasi Jokowi terhadap para pembantunya. Terkesan bahwa Jokowi membiarkan bawahannya bertindak semaunya, baru ditindak bila sudah terjerat kasus korupsi. Bila dilihat polanya, menurut dia, ada sektor-sektor di mana publik itu dikorupsi. “Sepertinya Pak Jokowi bisa kompromi, sehingga dengan begitu dia membiarkan saja, kalau (benar korupsi) kemudian ditangani.” (Diana Rizki/Reyhaanah)

Back to top button