News

Ratusan Siswi Iran Diduga Diracun Agar Tak Bisa Sekolah

Ratusan pelajar perempuan di Iran diduga diracun dalam beberapa bulan terakhir agar mereka tak bisa ke sekolah.

Wakil Menteri Kesehatan Iran, Younes Panahi, meyakini para siswi itu diracun karena sejumlah pihak ingin sekolah-sekolah khusus perempuan ditutup.

“Setelah sejumlah kasus keracunan siswa di sekolah-sekolah di Qom, ditemukan bahwa sejumlah orang ingin semua sekolah, terutama sekolah perempuan, ditutup,” ujar Panahi seperti dilansir kantor berita IRNA, Selasa (28/2/2023).

Menurut dia, bahan yang digunakan untuk meracun para siswi itu bukan zat kimia perang dan sebagian besar kasus masih bisa diobati.

Berdasarkan laporan sejumlah media lokal Iran, kasus keracunan itu tak hanya terjadi di Qom, tapi juga sejumlah kota lainnya, seperti Teheran dan Boroujerd.

Seorang anggota parlemen di komite pendidikan parlemen Iran, Ali Reza Monadi, menyebut keracunan ini tampak disengaja.

“Keberadaan keinginan jahat untuk mencegah anak perempuan mendapatkan edukasi merupakan bahaya serius dan ini dianggap sebagai kabar buruk,” ujarnya.

Akibat serangkaian kasus keracunan ini, sejumlah orang tua melarang anaknya ke sekolah. Portal berita lokal, Shargh, mengabarkan bahwa pada akhirnya sejumlah sekolah memang ditutup.

Seorang guru di Qom mengatakan bahwa dari total 250 siswa di sekolahnya, hanya 50 orang yang kini masih datang untuk belajar.

Sementara Associated Press melaporkan bahwa kasus keracunan ini sebenarnya sudah marak terjadi sejak November tahun lalu, tapi pemerintah tak pernah mengakui. Mereka baru buka suara setelah kekhawatiran meluas beberapa pekan terakhir. Pekan lalu, para orang tua siswi bahkan berdemonstrasi di depan kantor Gubernur Qom untuk meminta kejelasan.

Beberapa pihak menduga sejumlah pihak sengaja meracun para siswa sebagai balasan karena memprotes aturan wajib hijab.

“Menurut saya, serangan kimia ini merupakan balas dendam oleh Iran terhadap perempuan berani yang menolak wajib hijab dan mengguncang ‘Tembok Berlin’ dari Ayatollah Ali Khamenei,” kata aktivis HAM Iran, Masih Alinejad, kepada The Guardian.

Back to top button