News

Putusan soal Syarat Capres-Cawapres Disesalkan, PKB: MK Tergelincir Kompetisi Politik

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) terkesan sangat dipaksakan. Pasalnya, putusan itu seakan mencari celah untuk mengakomodasi sosok tertentu agar bisa maju sebagai cawapres di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Kepentingan politik terasa lebih kuat ketimbang supremasi hukum. Batas usia minimal 40 tahun sama sekali tidak diatur dalam konstitusi, bahkan syarat-syarat lain pun bagi capres dan cawapres tidak ditegaskan dalam konstitusi,” kata politikus PKB Yanuar Prihatin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (17/10/2023).

Menurut dia, hal itu mengartikan konstitusi menyerahkan semua aspek tersebut kepada pembuat undang-undang (UU), yaitu DPR dan pemerintah. Terlebih lagi, pada putusan MK ini, para hakim sudah menambahkan alternatif sebagai norma baru.

“Menjadi jelas posisi MK bukan lagi penjaga konstitusi, tapi sudah tergelincir dalam kompetisi politik,” ujar wakil ketua Komisi II DPR RI ini.

Diketahui, putusan MK menyangkut syarat capres-cawapres itu menyebut, capres/cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah.

“Pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemiliihan umum dan pemilihan kepala daerah adalah norma baru yang tidak pernah diatur dalam UU Pemilu. Ini bentuk kreativitas berpikir yang kebablasan sehingga terkesan dipaksakan,” ujar Yanuar menegaskan.

Oleh karena itu, ia memahami,  jika empat hakim MK termasuk Wakil Ketua MK, Saldi Isra menolak putusan MK tersebut lantaran dianggap aneh dan di luar nalar. Sementara, dari lima hakim yang setuju, kata Yanuar, dua di antaranya pun setuju untuk membatasi kepala daerah yang dimaksud hanya selevel gubernur, bukan bupati/wali kota.

“MK melampaui kewenangannya soal syarat capres-cawapres yang menjadi kewenangan pembuat UU. Ini preseden buruk bagi kewibawaan dan kehormatan MK,” jelasnya.

Meski begitu, Yanuar mengakui, putusan MK bersifat final dan mengikat. Hanya saja, ujar dia melanjutkan, putusan ini harus diikuti revisi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk menjadi pedoman KPU dalam pendaftaran capres-cawapres. Ia memandang, mekanisme perubahan UU Pemilu kemungkinan akan ditempuh melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) lantaran pendaftaran capres-cawapres mulai dibuka pada Kamis (19/10/2023).

“Sepanjang belum ada perubahan UU Pemilu, maka Putusan MK tersebut belum bisa dijadikan acuan. Maka, KPU sebaiknya tetap berpedoman pada UU yang masih berlaku,” ujar Yanuar menambahkan.

Mencuat kabar, putusan MK itu santer disebut membuka jalan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka maju sebagai bakal cawapres mendampingi bakal capres Prabowo Subianto d Pilpres 2024.    

Back to top button