Market

Program Subsidi Pemerintah, Kian Dorong Petan Jadi Mafia Pupuk


Kebijakan pemerintah untuk menyediakan pupuk subsidi kepada para petani justru tidak menyelesaikan masalah turunnya produktivitas mereka. Perbedaan harga yang lebar antara pupuk subsidi dengan pupuk nonsubsidi menjadi dorongan kuat petani jadi mafia pupuk.

Salah satu youtuber bernama bennix membeberkan dampak buruk program subsidi pupuk. Chanel ini menyoroti beberapa kebijakan pemerintah yang tidak tepat seperti penyaluran bansos beras yang tidak akan dapat menurunkan harga dan menjaga daya beli masyarakat.

Dalam paparannya bennix mengungkapkan faktanya pupuk subsidi di lapangan itu tidak ada, karena telah menjadi permainan makelar saja.

Penjelasannya, bila pupuk nonsubsidi harganya Rp1 juta satu karung misalnya, tetapi harga pupuk subsidi Rp200 ribu per karung. Dalam hitung-hitungan petani ada dua pertimbangan. Petani akan membeli pupuk subsidi dan digunakan untuk pertaniannya. Tetapi belum tentu ketika panen dapat penghasilan hingga Rp1 juta. Bisa rusak dimakan hama, bisa terkena dampak El Nino atau banjir. Intinya setelah panen tidak bisa menutup biaya produksi.

Atau memilih membeli pupuk subsidi Rp200 ribu lantas dijual lagi Rp1 juta atau kurang  maka sudah untung berlipat dan tidak perlu merawat tanaman di sawah, tidak susah payah mencangkul dan sudah dapat untung.

 

post-cover

 

“Logikanya kebijakan pupuk subsidi melatih petani jadi mafia pupuk, Jadi para petani beralih profesi menjadi mafia pupuk. Jadi menurut saya, subsidi pupuk bukan menjadi solusi utama, akibat pupuk menjadi langka karena permainan mafia pupuk,” katanya dalam tayangan tersebut, dikutip Minggu (18/2/2024).

Dia mencontohkan kondisi ini sudah terjadi di Kazaktan dengan para ketua Gabungan Kelompok Tani atau Gapoktan yang akhirnya menjadi distributor pupuk subsidi. Padahal dia tidak berhak mendapatkan pupuk subsidi. Tetapi mengumpulkan KTP dari para anggota supaya mendapatkan pupuk subsidi.

“Atau membut gapoktan-gapoktan palsu untuk mendapatkan pupuk subsidi yang dijual lagi. Tetapi ini hanya terjadi di negara Kazaktan,” katanya lagi.

Masalah kedua tentang pupuk subsidi adalah ketersediaan. Jadi pupuk tunggal maupun pupuk majemuk seperti NPK dari pupuk nonsubsidi juga menjadi barang langka di beberapa daerah. Karena bahan baku pupuk ini masih diimpor dari Rusia salah satunya. Jadi kalau di beberapa wilayah di Sulawesi dan Kalimantan ditemukan pupuk yang diimpor dari Rusia.

“Jadi masalahnya ketersediaan pupuk, ini bukan pupuk murah (subsidi) saja, tetapi juga pupuk nonsubsidi karena mafianya sudah berakar di Indonesia,” ucapnya.

Untuk solusi yang paling mudah adalah memberikan insentif bukan dari sisi input tetapi dari sisi output. Jadi hargai petani dari sisi output atau produksinya.

“Kebijakan ini memicu para petani belajar lebih efisien. Sediakanlah sistem pembelian produk petani dengan harga stabil dan kepastian produknya akan dibeli pemerintah. Ini yang dilakukan pemerintah Thailand,” katanya menjelaskan.

Karena ada jaminan gabahnya akan dibeli pemerintah. Jadi biaya produksi petani berapa misalnya harga Gabah Kering Petani (GKP) di Rp450 per kg, maka pemerintah membeli di harga Rp6 ribu per kg misalnya berarti masih bisa untung 20 persen.

“Dari situ ada kenyamanan dari sisi petani karena ada jaminan dari pemerintah dengan harga tinggi. Tidak perlu pemerintah menyiapkan pupuk subsidi. “Ketika para petani mengetahui ada garansi dari pemerintah yang akan membeli di harga tinggi maka mereka akan berinovasi dengan sendirinya bagaimana menanam dengan lebih efisien,” katanya.

Tetapi ini juga sulit diterapkan kalau masih banyak mafia pupuk yang mengendalikan pasokan. “Petani sakit hati karena sudah susah payah menanam tetapi ujung-ujungnya hanya untuk beli pupuk, apalagi pas panen harga gabahnya jatuh,” katanya lagi.

Untuk diketahui, dalam APBN 2024 pemerintah menganggarkan untuk pengadaan pupuk subsidi sebesar Rp26 triliun. Bahkan terakhir dari kebijakan pangkas anggaran hingga terkumpul Rp50,1 triliun, salah satunya untuk menambah alokasi pupuk subsidi sebesar Rp14 triliun. Anggaran ini untuk menambah 2,5 juta ton pupuk subsidi dari sebelumnya lima juta ton.
 

Back to top button