News

Praperadilan Batalkan Status Tersangka, Kuasa Hukum: Jangan Usut Lagi Perkara yang Sama

Kamis, 15 Des 2022 – 14:33 WIB

Status Tersangka Batal, Kuasa Hukum: Jangan Usut Perkara yang Sama- inilah.com

Amsal, Kuasa Hukum Terlapor menduga penggiringan kasus ke ranah pidana sebenarnya sangat dipaksakan oleh penyidik. (Foto: iStockphoto.com)

Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri dituding telah mengangkangi putusan praperadilan dalam kasus tindak pidana penipuan dan pemalsuan surat yang dimenangkan terlapor berinisial I dan P.

Tudingan tersebut mencuat lantaran Polri melanjutkan kasus meski terlapor memenangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang membatalkan statusnya sebagai tersangka.

Kuasa Hukum Terlapor Amsal mengatakan, berdasarkan fakta dan bukti-bukti sidang praperadilan memutuskan untuk membatalkan status tersangka kliennya. “Kami berharap, aparat penegak hukum mematuhi putusan praperadilan tersebut dengan tidak mengulik lagi perkara yang sama,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, baru-baru ini.

Dia berharap semua pihak profesional dalam menjalankan peran dan fungsinya. “Ke mana lagi kita akan mencari keadilan kalau bukan kepada negara, dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia,” timpal dia.

Kisah bermula saat pelapor pada 12 Juli 2021 membuat laporan polisi terhadap kliennya terkait dugaan tindak pidana penipuan dan pemalsuan surat. Surat dimaksud adalah surat kesepakatan bersama alias perdamaian antara pelapor dengan pihak terlapor, yang antara lain Direktur PT Triforma, Komisaris Utama PT Triforma, dan Direktur Utama PT Aditya Guna Persada yang dibuat pada 6 Desember 2018.

Dalam surat tersebut disepakati bahwa utang terlapor kepada pelapor adalah sebesar Rp415 miliar. Utang akan dibayarkan oleh PT Triforma dari dana salah transfer yang dilakukan oleh terlapor, Direktur Utama PT IMRI yang telah ditransfer sebelumnya ke PT Triforma sebesar Rp431 miliar.

Sebagai informasi, PT IMRI adalah perusahaan yang didirikan oleh terlapor pada 17 Juli 2017. Sedangkan PT Triforma adalah perusahaan yang didirikan oleh pihak pelapor dengan salah satu terlapor pada 6 Maret 2017.

“Soal dana pengembalian itu sudah sepakat semuanya. Bahwa dana salah transfer itulah yang digunakan untuk membayar utang pihak terlapor kepada pelapor,” jelas Amsal.

Soal mekanisme pembayarannya seperti apa, itu merupakan urusan internal PT Triforma dengan pelapor. “Toh PT Triforma itu juga masih di bawah kendali pelapor. Jadi seperti dari kantong kiri masuk kantong kanan saja. Jadi jelas, perkara pinjam meminjam ini sudah selesai. Kalau pelapor menuntut pembayaran lagi, artinya pelapor mendapatkan pembayaran dua kali dari terlapor,” papar dia.

Ketika ditanya, kenapa tiba-tiba ada perjanjian perdamaian tersebut, Amsal menjelaskan, surat kesepakatan bersama ini diinisiasi untuk menghindarkan pemilik PT Triforma (yang merupakan milik pelapor melalui PT AGP dan PT CTA), dari dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp2,8 triliun,” katanya.

Ia menjelaskan, PT Triforma ini adalah perusahaan investasi yang juga bergerak dalam perdagangan jual-beli nikel yang belakangan diketahui hal itu ternyata fiktif.

Menurut Amsal, pendapatan hingga Rp2,8 triliun dari PT Triforma itu sebenarnya bukan dari perdagangan nikel, melainkan diperoleh dari memutar uang dari pinjaman-pinjaman dengan sistem skema ponzi yang diatur oleh salah satu direkturnya.

“Ini sebenarnya tidak ada perkara pidana sama sekali, kasus ini murni perdata karena pokok permasalahannya adalah surat menyurat dan transaksi pinjam meminjam antara terlapor dan pelapor,” ucapnya.

Oleh karena itu, sambung dia, penggiringan kasus ke ranah pidana sebenarnya diduga sangat dipaksakan oleh penyidik. “Apalagi sudah ada surat kesepakatan bersama atau perdamaian di antara kedua belah pihak. Nah, sekarang surat itu dianggap palsu, gimana ceritanya?” timpal Amsal.

Merespons tudingan tersebut, Wakil Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidim) Bareskrim Polri, Kombes Pol Dicky Patria Negara menyatakan, pemanggilan kembali saksi dalam kasus pidana tetap sah dan dibolehkan secara hukum meskipun penetapan tersangka telah digugurkan lewat praperadilan.

Menurut dia, praperadilan hanya membatalkan status tersangka, bukan menghentikan penyidikan. “Karena yang dibatalkan hanya surat penetapan (status) tersangka saja, bukan menghentikan penyidikannya,” ujar Dicky kepada wartawan, Rabu (14/12/2022).

Back to top button