Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengatakan praktik politik uang dalam pemilu akan lebih mudah diawasi bila menggunakan sistem proporsional terbuka. Akan jadi lain cerita bila sistem pemilu diubah jadi tertutup.
Sebab, jelas Eddy, praktik politik uang hanya akan diketahui oleh pihak internal partai politik (parpol) saja. Sedangkan lembaga penyelenggara pemilu seperti Bawaslu tidak bisa mengontrolnya.
“Makanya kami sampaikan, bahwa kalau kita bicara mengenai mudharat proporsional terbuka yaitu politik uang yang sangat kental, sangat luas, ya yang dibenahi sistem penindakannya, sanksi yang diberikan. Jangan mengubah sistem pemilunya. Itu sudah salah kaprah,” tegas Eddy di Jakarta, Minggu (28/5/2023).
“Nah justru kalau kita ke sistem proporsional tertutup, praktik politik uang itu makin tidak terdeteksi karena itu dilakukan di dalam internal partai. Bagaimana bisa Bawaslu mengawasi sedalam itu,” sambungnya.
Selain itu, tutur Eddy, tentu rakyat ingin memilih calegnya sendiri dengan melihat kemampuan, serta hubungan keterikatan dengan calon wakilnya di parlemen “Nah kalau partai yang memilih, sistem tertutup, itu kan mereka tidak tahu siapa yang ditunjuk jadi calegnya. Jadi ibaratnya beli kucing dalam karung, itu satu,” ucap dia.
Kemudian, tambah Eddy, ketika rakyat yang memilih langsung, namun caleg tak punya kinerja yang baik, tentu rakyat yang akan menghukumnya dengan tidak terpilihnya orang tersebut pada Pemilu mendatang. “Nah dalam proporsional tertutup, dia tidak punya pertanggungjawaban terhadap masyarakat. Pertanggungjawabannya terhadap partai,” jelas Eddy.
Ia mengaku sudah mendengar kabar mengenai akan diberlakukannya sistem pemilu proposional tertutup, namun menurut informasi yang Eddy dapat, aturan tersebut baru akan diterapkan pada Pemilu 2029.
“Yang saya dapat informasinya, bahwa (Sistem pemilu) itu akan tertutup, tetapi berlakunya itu 2029. Ya saya dengar ada yang (perbandingan hakimnya) 6:3, (ada juga yang) 5:4. Itu informasi yang saya peroleh,” tutup Eddy.
