News

Popularitas Buncit, Konsep Perubahan Anies Dinilai Publik Kurang Realistis

Meski menggadang-gadang konsep perubahan, tapi faktanya elektabilitas bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan selalu berada di urutan buncit berdasarkan hasil sejumlah lembaga survei. Persaingan ketat elektabilitas sejauh ini hanya terjadi antara Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

Terbaru, hasil survei LSI Denny JA pada Juli 2023 dalam simulasi tiga nama menunjukkan Prabowo berada di peringkat pertama elektabilitas tertinggi dengan 38,2 persen. Disusul Ganjar di tempat kedua dengan 35,3 persen dan Anies di angka 18,4 persen.

Anies juga keok ketika head to head dengan capres lainnya. Contohnya dalam simulasi head to head lembaga survei Indikator Politik Indonesia, yang dirilis baru-baru ini, Prabowo tetap unggul jika dihadapkan dengan Anies Baswedan, hasilnya 51,2 persen berbanding dengan 33,5 persen. Begitu pula, Ganjar berhasil unggul 48,3 persen dari Anies 37,1 persen ketika keduanya saling berhadapan.

Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati menilai ada sejumlah faktor yang menyebabkan popularitas dan elektabilitas Anies stagnan selalu di bawah. Yang pertama adalah gaya komunikasi yang menggadang-gadang konsep perubahan, tapi tak didasari kajian dan data yang bisa menguatkan.

Masih belum hilang dari ingatan masyarakat saat Anies dan pemerintah saling berbalas ‘pantun’ soal subsidi kendaraan listrik. Kala itu, tepatnya pada 7 Mei 2023, Anies menyebut bahwa pemberian subsidi kendaraan listrik hanya menambah jumlah kendaraan pribadi di jalan, menyebabkan permasalahan baru timbul.

Kritikan Anies langsung dibalas oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebut bahwa kebijakan tersebut sudah melalui kajian. Bahkan LBP, sapaan Luhut, berani mengklaim kebijakan serupa sudah diberlakukan di banyak negara.

Selain kebijakan mobil listrik, Anies juga kerap mengaitkan segala permasalahan di pemerintahan Jokowi dengan konsep perubahannya. Terbaru ia mengaitkan Kelompok Kekerasan Bersenjata (KKB) Papua sebagai tidak hadirnya keadilan merata, ia pun menyiratkan perubahan dalam pemerataan keadian jadi kunci bagi permasalahan terorisme ini. Sayangnya, bentuk pemerataan tidak Anies jelaskan secara detail.

“Kalau menurut saya, mungkin harusnya menawarkan hal-hal bersifat realistis. Ya menurut saya harus menawarkan hal bersifat solutif dan realistis,” tutur Wasisto saat dihubungi Inilah.com, Minggu (20/8/2023).

Wasisto juga menuturkan alasan lain popularitas Anies buncit adalah predikatnya sebagai seorang politikus masih terbilang baru jika dibanding dua pesaingnya.

“Kalau dibandingkan Pak Ganjar dan Pak Prabowo jam terbang politiknya lebih lama, kalau beliau (Anies) masih baru. Di sana mempengaruhi popularitas publik dan elektabilitas publik,” katanya.

Lebih lanjut Wasisto mengungkapkan, kurangnya kepercayaan publik terhadap Anies untuk memimpin Indonesia dikarenakan masih banyaknya program-program kebijakan yang belum ia selesaikan ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Adapun sejumlah kebijakan Anies saat menjadi Gubernur DKI Jakarta yang belum terselesaikan, di antaranya program normalisasi dan naturalisasi sungai, yang justru mandek karena aliran air sungai tidak dibenahi, alhasil banjir tetap terjadi.

Belum lagi masalah sampah di Jakarta, Anies dinilai tak serius membangun Intermediate Treatment Facility (ITF) sebagai salah satu solusi sampah di Jakarta.

Selain itu, program Anies untuk rumah DP nol rupiah jauh dari target yang awalnya direncanakan sebanyak 250.000 unit bakal dibangun serta proyek ini dikorupsi oleh anak buahnya. Sejalan dengan rumah DP nol rupiah, program Oke Oce juga tak sesuai harapan.

“Saya pikir itu menjadi penilaian (publik). Itu menjadi kendalanya, kendala beliau belum menyukseskan program-program selama menjabat (sebagai Gubernur DKI Jakarta),” jelas Wasisto.

Back to top button