Market

Perang Data Polusi Udara, Pemerintah Tolak Kajian Asap PLTU Batu Bara

Polusi udara di Jakarta yang disebabkan keberadaan PLTU di sekitar ibu kota, meskipun dituding sebagai hoax, tetapi ternyata benar adanya. Gambar satelit yang menunjukkan angin menuju Jakarta dari wilayah Banten dibuat aktivis lingkungan Center for Research on Energy and Clean Air atau CREA (CreaCleanAir) tahun 2020.

Perang data akhirnya menjadi polemik. Dari kantor KLHK yang diwakiliki Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Sigit Reliantoro, mengatakan sumber utama polusi udara Jakarta berasal dari kendaraan bermotor dan musim kemarau.

Argumen tersebut berdasarkan data yang Sigit pegang berisi penyebab-penyebab polusi udara seperti dari sektor transportasi menyumbang 44 persen polusi ke udara.

Sedangkan industri energi 31 persen, manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen, dan komersial 1 persen. Artinya, dapat disimpulkan faktor kendaraan bermotor sebagai faktor utama penyebab polusi Jakarta, diikuti oleh industri energi dan manufaktur.

Pendapat KLHK juga senada dengan pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio. Menurut Agus ada dugaan isu polusi udara di Jakarta dimanfaatkan untuk memojokkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berada di barat Pulau Jawa.

PLTU yang disebut-sebut sebagai penyebab polusi Jakarta belum pernah disebutkan sama sekali dalam kajian BMKG maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). “Saya pikir ini ada agenda setting yang dibuat,” katanya dalam sebuah diskusi dengan tema Solusi Polusi Jakarta di Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (15/8/2023) pekan lalu.

Agus tetap berpendirian polusi di Jakarta ini penyebabnya adalah transportasi. Meski PLTU ada karbon yang dihasilkan, tapi bukan menjadi penyebab utama polusi udara di Jakarta,” jelasnya.

Hasil Riset Ilmiah

Sementara peneliti senior dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Raditya Yudha Wiranegara menyayangkan kajian pencemaran dari PLTU sebagai hoax. Dalam cuitan di akun IESR, simulasi yang dibilang hoax ini adalah hasil kajiannya CreaCleanAir.

“Mestinya dicari tahu dulu simulasi siapa dan bisa berdiskusi sebelum sampai pada kesimpulan itu. Lagian hasil kajiannya bisa diakses publik kok, gratis, di-Google pun mesti langsung dapatkan,” kata Raditya, yang diunggah 19 Agustus 2023 lalu.

Kenapa tidak mengakui peran PLTU dalam polusi udara? Apakah karena merupakan fasilitas pemerintah dengan nilai investasi tinggi? Atau karena sudah terkadung janji, pemerintah akan mulai mempersiapkan program pensiun dini PLTU yang juga memerlukan ongkos besar?

Hasil kajian CreaCleanAir juga memasukan beberapa PLTU yang berada di Jawa Barat. Dalam perhitungan LSM lingkungan ini memiliki dampak besar terhadap kesehatan masyarakat.

Kontan saja, laporan ini langsung mendapat tanggapan dari Kang Emil, yang “punya” wilayah Jawa Barat. Diakuinya, dalam waktu dekat akan ada evaluasi hasil pengoperasian PLTU. “Apa dampaknya dan harus ilmuah. Ukuran yang sering dikutip media tidak semua terakreditasi, cuma bikin heboh, seakan-akan ilmiah,” kata Kang Emil merespon laporan LSM ini.

Namun bagi Raditya dari IESR, yang menyayangkan pernyataan Gubernur Jabar, Ridwan Kamil tersebut. Seharusnya ikut membaca metodologi riset yang digunakan CreaCleanAir sehingga tanggapannya juga menggunakan dasar keilmuan.

“Simulasinya termasuk ilmiah, menurut saya, karena di dalamnya memakai persamaan2 empiris dan mengolah data yang didapat dari hasil pengukuran,” jelas Raditya.

CreaCleanAir merupakan organisasi sosial yang melakukan penelitian tentang energi dan polusi didirikan di Helsinkki tahun 2019 lalu.

Back to top button