News

Tentara Israel Terobsesi dengan Pakaian Dalam Wanita Gaza


Israel terobsesi dengan pakaian dalam dan mempermalukan perempuan Palestina. Mengapa para feminis yang mengkhotbahkan kebebasan seksual terdiam dengan ulah tentara Israel yang melanggar bagian paling intim dari kehidupan orang Palestina ini?

Di tengah cahaya redup lingkungan Gaza yang dihancurkan bom, tentara Israel mengobrak-abrik sebuah sepatu bot berisi pakaian dalam yang dijarah dari rumah-rumah yang telah mereka rampok dan hancurkan. “Sumpah,” salah satu dari mereka berkata ke kamera, “Perempuan Palestina adalah yang paling jorok di dunia.”

Di tengah semua kengerian yang disiarkan langsung dari Gaza, pakaian dalam perempuan Palestina di tangan tentara Israel menjadi motif yang memuakkan. Pelanggaran terhadap kehidupan pribadi perempuan Palestina oleh tentara Israel dianggap sebuah kenormalan.

Dengan mudah masyarakat bisa melihat foto-toto pakaian intim saudara perempuan di Gaza di berbagai aplikasi media sosial. Ada yang menggantung pakaian dalam perempuan yang diikatkan pada laras meriam tank yang baru saja menghancurkan rumah di Gaza atau digunakan seperti piala untuk mengejek.

Nadeine Asbali, seorang guru sekolah menengah di London mengungkapkan, obsesi yang meresahkan ini adalah bukti nyata bahwa perang yang dilakukan Israel lebih dari sekadar membela diri atau memberantas Hamas. 

“Ini tentang tidak memanusiakan seluruh rakyat untuk melegitimasi pemberantasan brutal mereka. Pakaian dalam wanita Palestina telah menjadi simbol bagaimana pembersihan etnis Israel telah meresap bahkan ke dalam kehidupan pribadi dan rumah tangga di Gaza,” kata Nadeine Asbali, mengutip The New Arab (TNA).

Ia memaparkan, obsesi tentara Israel terhadap pakaian dalam wanita Palestina adalah sebuah pengingat bahwa tubuh wanita Muslim secara metaforis dan fisik selalu terkait dengan upaya kolonial Barat. 

Sikap kurang ajar militer Israel ini jelas membuat marah warga dunia. Sementara para feminis barat tidak tergerak untuk menghentikan atau menyeruakan ketidaksetujuannya terhadap aksi melecehkan kaum perempuan ini.

Apa artinya perbuatan tentara Israel dan Barat tersebut? “Ini memperkuat kebenaran yang mendasari sikap Israel bahwa perempuan Palestina, perempuan Arab, perempuan Muslim, seperti tidak dianggap sebagai perempuan. Mereka adalah objek yang harus dikriminalisasi dan difetisasi dengan ukuran yang sama. Diberantas dan diseksualisasikan sekaligus,” jelas Nadeine Asbali.

Lihatlah keterangan yang menyertai gambar-gambar ini, seperti ‘jihad keriting’. Alih-alih berfungsi sebagai pengingat akan kemanusiaan, kehadiran pakaian dalam di rumah-rumah di Gaza malah menjadi alasan untuk tidak memanusiakan orang-orang yang tinggal di sana.

Barang-barang pribadi dibelokkan oleh tentara Israel menjadi senjata perang. Sebuah sinyal bahwa jika Anda orang Palestina, bahkan isi laci pakaian dalam Anda pun tidak suci.

Tanpa Gerakan Solidaritas Perempuan

Perempuan Gaza sebenarnya berharap munculnya gerakan feminis arus utama yang berkomitmen seperti yang muncul dalam gerakkan solidaritas bagi perempuan Iran ketika mereka memperjuangkan hak untuk melepas jilbab. Atau perempuan di Amerika yang hak aborsinya terkikis atau digembar-gemborkan di Ukraina, perempuan untuk melawan pendudukan Rusia.

“Obsesi tentara Israel terhadap pakaian dalam wanita Palestina adalah pengingat bahwa tubuh wanita Muslim selalu secara metaforis dan fisik terkait dengan upaya kolonial Barat,” tambah Nadeine Asbali. Tapi untuk Palestina? Tidak. Tidak ada kemarahan massa feminis atas penjarahan pakaian dalam wanita Palestina yang dilakukan oleh tentara.

Berbeda dengan selebriti ‘feminis’ yang memotong satu inci dari rambut mereka sebagai bentuk solidaritas terhadap perempuan Iran atau menyumbangkan pakaian rancangan desainer mereka untuk membantu perempuan pengungsi di Ukraina, belum ada kampanye feminis untuk perempuan Gaza.

Mungkin ada kemarahan karena Barbie dihina di Oscar, tapi ketika para wanita Palestina menjalani operasi caesar tanpa obat bius, melahirkan di rumah sakit tanpa listrik, menguburkan anak-anak yang mereka upayakan untuk hamil selama satu dekade, merobek-robek tenda untuk pembalut, feminisme arus utama melihat ke arah lain – atau memilih untuk menyebarkan klaim yang tidak berdasar tentang kekerasan seksual sistematis yang dilakukan Hamas.

Diamnya feminisme arus utama disebabkan karena sebenarnya feminisme Barat adalah yang berkulit putih. Mereka peduli dengan upah yang setara, kesetaraan gender, dan memilih presiden perempuan, namun tidak tertarik menghilangkan supremasi kulit putih atau memerangi imperialisme.

Feminisme Barat melihat perempuan Muslim sebagai korban tambahan, korban abadi, penerima feminisme liberal yang superior dan tidak pernah menjadi partisipan aktif di dalamnya. Betapapun interseksionalnya hal tersebut, feminisme Barat masih ingin memaksakan cita-cita liberalnya kepada dunia.

Pada International Women’s Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap 8 Maret ini, semua menyaksikan dunia tidak lagi peduli dengan pakaian dalam perempuan Palestina yang dijarah dan dilecehkan. Seharusnya kita merasa tersinggung ketika melihat laki-laki menggunakan perlengkapan pribadi perempuan untuk mempermalukan dan menindas mereka.

Back to top button