Ototekno

Presiden Jokowi Jadi Korban, Pakar IT Ungkap Bahaya Deepfake di Puncak Tahun Politik

Di tengah kemajuan teknologi yang semakin canggih, penggunaan deepfake kini menjadi kekhawatiran baru dalam ranah politik, terutama menjelang Pilpres dan Pemilu 2024. Sebuah potongan video yang menampilkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpidato dengan fasih dalam bahasa Mandarin sempat beredar luas, sebelum Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengklarifikasi bahwa video tersebut adalah hasil manipulasi teknologi deepfake.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel A. Pangerapan, menegaskan dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (26/10), bahwa video yang beredar tersebut merupakan hasil suntingan yang menyesatkan. “Video yang beredar tersebut disertai narasi ‘Jokowi berbahasa Mandarin’. Itu hasil suntingan yang menyesatkan,” ungkap Semuel.

Berbicara mengenai bahaya disinformasi yang dibalut dengan teknologi AI seperti deepfake, pakar IT dari ICT Institute, Heru Sutadi, menegaskan bahwa prediksinya tentang maraknya hoax dan kampanye hitam dengan menggunakan teknologi AI menjelang Pemilu dan Pilpres 2024 mulai terlihat. 

“Tujuannya jelas untuk mendiskreditkan tokoh atau calon tertentu, yang ujungnya adalah melemahkan orang tersebut atau calon nantinya didukung orang tersebut dalam proses pencalonan,” jelas Heru saat dihubungi inilah.com, Jumat (27/10/2023).

Heru juga menjelaskan bahwa AI bisa mengubah konten asli ke dalam bahasa lain atau bahkan menggantikan wajah seseorang dalam rekaman video. Ia mencontohkan, “Bisa juga misalnya ada orang yang melakukan kejahatan dan terekam cctv, wajahnya diganti dengan orang lain yang akan didiskreditkan.”

Kominfo juga mengimbau masyarakat untuk selalu berhati-hati dalam menerima informasi dari berbagai sumber. 

“Kominfo mengimbau masyarakat untuk berhati-hati ketika mendapatkan informasi yang dapat dimanipulasi dan/atau diselewengkan, serta selalu merujuk sumber-sumber tepercaya seperti situs pemerintah dan/atau media yang kredibel,” tandas Semuel.

Dalam menanggapi fenomena deepfake ini, masyarakat diingatkan untuk selalu memastikan keaslian informasi sebelum mempercayai dan/atau menyebarluaskannya. Fenomena deepfake semakin menunjukkan bahwa era teknologi saat ini membutuhkan kecerdasan dan kehati-hatian dalam mengonsumsi konten digital.

Menyikapi situasi ini, Heru meminta pihak Kepolisian RI, Kominfo, Bawaslu, dan KPU untuk mengantisipasi bahwa AI akan digunakan secara negatif dalam proses Pemilu dan Pilpres mendatang. “Kita harus mengantisipasi dampak negatif penggunaan AI ini,” tegas Heru, seraya mengingatkan masyarakat untuk cerdas dan kritis terhadap informasi yang berseliweran di media sosial, Whatsapp maupun streaming video yang seolah asli dan benar, namun menggunakan AI.

Back to top button