Hangout

Omicron BA.4 dan BA.5 Merebak, Haruskah Kita Khawatir?

Senin, 13 Jun 2022 – 03:48 WIB

Sebanyak empat kasus COVID-19 subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 kembali ditemukan di Indonesia, kali ini di Bali. Kemunculan varian baru menjadi kekhawatiran mengingat kemampuannya menghindari imunitas yang sudah dibentuk oleh vaksin. Bisa memicu gelombang baru COVID-19?

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan keberadaan subvarian Omicron dengan kode BA.4 dan BA.5 cukup membahayakan masyarakat, karena varian ini mempunyai kemampuan menghindari imunitas yang dibentuk oleh vaksin. “Ada empat orang yang dikonfirmasi terinfeksi BA.4 dan BA.5 di Bali,” kata Menkes Budi di Jakarta, Jumat (10/6/2022).

Secara nasional, sebenarnya telah ditemukan delapan kasus BA.4 dan BA.5. Rinciannya, empat kasus di DKI, dan empat kasus lainnya di Bali. Kini, Kementerian Kesehatan melakukan pemantauan atas temuan kasus subvarian Omicron tersebut untuk mengetahui dampak terhadap vaksinasi dan daya penularannya.

Menkes pantas khawatir mengingat subvarian Omicron dengan kode BA.4 dan BA.5 dikenal karena penularannya cepat sama seperti Omicron. Bahkan penularannya menjadi salah satu penyebab kenaikan kasus COVID-19 di negara-negara Eropa serta beberapa negara Asia dan Amerika.

Di Indonesia, satu bulan pascamudik Lebaran 2022, ada kenaikan kasus COVID-19. Kasus dalam empat hari terakhir naik ke 500 hingga 600-an per hari. Sebelumnya paling tinggi hanya 300-an. Belum bisa dipastikan apakah kenaikan ini gara-gara munculnya Omicron subvarian BA.4 dan BA.5.

Pacu Peningkatan Kasus di Dunia

Para ilmuwan pertama kali mendeteksi BA.4 dan BA.5 di Afrika Selatan awal tahun ini dan variannya menjadi dominan di negara tersebut. Subvarian BA.4 dan BA.5 hanya menyumbang sebagian kecil dari kasus secara global, tetapi variannya telah terdeteksi di setidaknya 46 negara, menurut database internasional.

Lonjakan infeksi memang tidak setinggi yang terlihat pada gelombang COVID-19 sebelumnya, kemungkinan karena tingkat kekebalan warga dunia yang sudah lebih baik. Namun, subvarian ini dikhawatirkan bisa mendorong peningkatan kasus dan rawat inap yang menunjukkan mereka bisa lebih menular ketimbang Omicron BA.2.

Mengutip Verywellhealth, dua subvarian Omicron baru yakni BA.4 dan BA.5 sekarang menyumbang 13 persen dari kasus COVID-19 baru di AS, lompatan yang cukup besar dari awal Mei yang hanya menyumbang 1 persen, menurut data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) minggu lalu sudah menetapkan subvarian BA.4 dan BA.5 Omicron sebagai varian yang menjadi perhatian (VOC). Keduanya dapat memicu peningkatan infeksi, dengan pertumbuhan 12 persen hingga 13 persen.

Yang juga menjadi kekhawatiran para ahli adalah subvarian BA.4 dan BA.5 disebut-sebut sangat efektif untuk menginfeksi ulang orang dengan infeksi sebelumnya dari BA.1 atau garis keturunan lainnya. Ada juga kekhawatiran bahwa subvarian ini dapat menginfeksi orang yang telah divaksinasi.

Banyak mutasi pada varian Omicron memungkinkan virus lolos dari pertahanan kekebalan tubuh. Sementara antibodi dilatih untuk mengenali karakteristik tertentu dari virus COVID-19, varian yang lebih baru dapat berkembang ke titik di mana mereka menjadi tidak dapat dikenali oleh antibodi yang ada.

Gejala Spesifik BA.4 dan BA.5

Apakah ada gejala spesifik yang terkait dengan BA.4 dan BA.5? Para ahli mengatakan masih terlalu dini untuk mengetahui apakah kasus yang terkait dengan subvarian ini memiliki gejala spesifik atau menyebabkan gejala yang bertahan lebih lama. Menurut para ahli, sebagian besar gejala subvarian baru-baru ini sama dengan jenis COVID-19 lainnya.

“Mereka juga tampaknya menyebabkan penyakit yang tidak lebih parah daripada versi sebelumnya dari Omicron,” ucap Thomas Russo MD, profesor dan kepala penyakit menular di Universitas di Buffalo di New York, AS.

Gejala COVID-19 yang paling umum, menurut CDC, meliputi demam atau kedinginan, batuk, sesak napas atau kesulitan bernapas, kelelahan, nyeri otot atau tubuh, sakit kepala, hilangnya rasa atau bau, sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau pilek, mual atau muntah hingga diare.

Namun, laporan CDC yang diterbitkan pada Desember menemukan bahwa pasien dengan Omicron umumnya memiliki gejala seperti batuk, kelelahan, penyumbatan hingga pilek.

Saat ini, memang tingkat imunitas masyarakat Indonesia masih cukup tinggi untuk terlindungi dari infeksi virus. Meski demikian, masyarakat diminta mewaspadai kecepatan penularan subvarian tersebut.

Masyarakat diharapkan tidak terlalu khawatir apalagi panik atas temuan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 tersebut, namun sebaiknya tetap mematuhi protokol kesehatan. [ikh]

Back to top button